Hidup ini indah, dengan kejutan-kejutan manis di setiap perjalanannya,
juga hentakan-hentakan kecil yang membuat kita mau tidak mau berpindah posisi. Bermasyarakat
itu isinya perbedaan, mulai dari marga, kepercayaan, kondisi kesejahteraan, dan
pola pikir. Pasti semua ada perbedaannya. Kalau kita jeli, pola pikir itu
sangat dekat dengan watak dan hati. Sebenarnya saling terhubung, tapi sayangnya
tidak selalu selaras dengan tindakan.
Bayangkan bahwa kita ini hidup di sebuah ‘ruang’. Masyarakat
hidup menempati ruang yang berbeda dengan segala perbedaan lainnya yang ada. Ada
yang di bawah, ada yang di atas. Ada yang di pinggiran, ada yang di pusat
keramaian. Ada yang tinggal di tempat kumuh, ada yang tinggal di tempat yang
seluruh sudut ruangannya wangi. Ada yang tak mengenal apa itu junk food, ada yang tak mengenal apa itu
nasi aking. Ada yang menganggap bahwa kebahagiaan itu nomor satu, ada yang
menganggap bahwa gaya itu nomor satu. Masing-masing individu bebas
memadu-padankan sudut mana yang menurut mereka paling tepat untuk ditempati.
Terus terang saya pribadi saat ini masih terus mencoba untuk
menghargai dan mencoba melihat sesuatu lebih dari satu sudut pandang. Hasilnya,
mencoba untuk menambahkan satu sudut pandang dalam melihat sesuatu itu tidak
semudah yang saya bayangkan. Banyak argumen dan sudut pandang orang lain yang
tidak bisa saya terima begitu saja. Entahlah, apakah itu pertanda bahwa saya
masih terlalu konservatif?
Suatu hari saya dan keluarga pernah berhadapan dengan seorang
Bapak paruh baya yang hendak menjual tanahnya. Tanda sepakat telah terjadi
bersamaan dengan penandatanganan surat dan penyerahan sejumlah uang untuk down payment. Tapi betapa mengejutkannya
ketika kami bersama-sama mendatangi pihak notaris dua hari kemudian, Bapak
tersebut berubah pikiran.
Sang Bapak berkehendak bahwa jika kami benar-benar berniat
untuk membeli tanah tersebut, maka kami harus mentransfer sisa uangnya pada
saat itu juga. Terus terang jumlah uang tersebut tidak sedikit, sehingga pihak notaris
pun tidak berani memberikan jaminan dan tidak mau terlibat jika jual-beli ini
tidak sesuai dengan SOP. Begitupun dengan saya dan kakak saya, meskipun kami
percaya bahwa sertifikat tanah tersebut asli, tapi proses pembayaran baru bisa
dilakukan setelah melalui tahap validasi dari pihak Badan Pertanahan Nasional. Kami
pun lebih tenang jika semua akad dilakukan sesuai dengan SOP.
Namun bagaimanapun kami mencoba menjelaskan, ternyata tidak
mampu mengubah pikiran Sang Bapak. Dengan segala upaya kami bujuk dan berikan
pengertian mengenai kondisi lapangan yang tidak bisa kami kendalikan, tapi
hasilnya nihil. Akhirnya kakak saya pasrah dan mengikhlaskan saja jika
pembelian tanah ini dibatalkan. Tetapi masih ada satu ikhtiar lagi yang coba
kami lakukan, yakni pindah ke notaris yang lain.
Sebelum diskusi dengan pihak notaris kedua, kami melakukan
sholat zuhur bersama-sama. Kami pasrah. Tapi apa yang terjadi setelahnya?
Proses penjelasan kondisi lapangan dan SOP yang berlaku oleh pihak notaris berlangsung
sangat lancar dan Sang Bapak langsung setuju untuk mengikuti SOP yang berlaku. Astaga,
kami pun terdiam dan justru heran setengah mati mengapa Sang Bapak bisa secepat
dan semudah itu berubah pikiran dan berubah sikap?
Selepas dari tempat tersebut, Sang Bapak bercerita bahwa dia
lebih percaya pada notaris kedua karena pihak notaris menggunakan jilbab, tidak
seperti pihak notaris yang pertama. Sang Bapak menjadi lebih tenang jika proses
jual-beli ini dibantu oleh orang yang seagama dengannya. Deg. Sungguh kaget
saya mendengar alasan dari Sang Bapak. Ternyata tidak selamanya jalan pikiran
orang itu sama.
Saya tidak bisa menilai baik buruk dan benar salah seseorang
dalam berpikir dan mengambil sudut pandang. Selama saya masih bisa menerima
cara pandang orang lain dan itu sah-sah saja, maka saya tidak ada masalah
dengan itu. Namun tak jarang ada sudut pandang orang lain yang tidak bisa saya
terima. Untuk mengatasi hal ini, saya memilih untuk mengutarakan pendapat saya
jika kondisi menyangkut sebuah pilihan. Atau saya memilih untuk diam dan cukup
mendengarkan sudut pandang dari orang tersebut. Lumayan, nambah-nambah wawasan. Pada kesempatan yang lain akan saya tuliskan mengenai sudut pandang sudut pandang lain yang kadang membuat saya berdecak heran.
JOG, 291214
No comments:
Post a Comment