Sunday 4 May 2014

Marriage

Sumber : http://everynationgta.org/sermons/love-and-marriage/


Seperti biasa, malam ini saya mencuri-curi waktu sebentar di sela penyusunan skripsi 'yang masih gitu-gitu aja' untuk sekedar menuangkan persepsi. 

Topik yang saya angkat hari ini adalah tentang pernikahan.
Hari ini menjadi hari bahagia bagi kakak dari teman kuliah saya. Kakak perempuannya yang pintar dan cantik telah resmi dipinang laki-laki yang (kalau tidak salah) sudah 6 tahun menjadi pacarnya. Dengar punya dengar, mereka berdua dipertemukan saat melakukan KKN (Kuliah Kerja Nyata), program wajib dari kampus untuk mengabdikan diri di lingkungan masyarakat. Memang sudah bukan cerita baru lagi kalau KKN itu rentan cinlok. Cinta lokasi. Suka-sukaan karena biasa ketemuan.
Hahahaha.
Tapi tidak sedikit juga kan cinta lokasi ini yang berakhir di pelaminan? Alhamdulillah.
Ngomong-ngomong soal pelaminan, resepsi pernikahan tadi siang dilaksanakan di gedung GSP (Grha Sabha Pramana UGM). Dan jujur dari palung hati saya yang terdalam: that's the best wedding decoration I've ever seen!
Panggung pelaminan didekor sedemikan rupa, dengan tinggi mencapai (mungkin) lebih dari 4 meter. Ya mungkin sebelas dua belas sama pernikahan artis-artis di TV itu ya.
Memandangi kemegahan dan kemeriahan pesta besar yang Insha Allah hanya akan terjadi sekali seumur hidup itu (Amin), membuat pikiran saya berkelana ke sekian banyak sudut.

Ya, resepsi pernikahan adalah salah satu moment yang sangat indah dan akan kita tunggu-tunggu.
Seluruh materi, waktu, dan tenaga, akan mempelai dan keluarga usahakan semaksimal mungkin untuk dapat menciptakan hari yang berkesan. Tidak hanya berkesan untuk kedua mempelai, tapi juga untuk kedua keluarga, untuk kedua lingkungan keluarga, bahkan kalau memungkinkan untuk para tamu yang diundang. Semua harus terkesan dan ikut bahagia!
Tapi saya tersadar, ada sesuatu yang lebih besar nantinya dari sekedar kemegahan panggung, kelezatan jamuan makan, kemerduan harmoni orkestra, dan derai tawa rekan serta keluarga.
Beberapa hari setelah euforia itu berakhir, akan ada makna yang sesungguh-sungguhnya dari kalimat umum yang biasa didengar: 'menempuh hidup baru'.
Bagaimana tidak? 
Bangun dari tidur, ada seseorang yang akan muncul di depan mata. Repetitif. Begitu setiap hari. Sampai salah satu dari keduanya diambil oleh Allah, mana yang lebih dulu.
Setelah bangun, mau ke kamar mandi, mau makan, mau masak, mau nyuci, mau pakai motor, mau pakai mobil, bayar pulsa, bayar listrik, bayar air, nengok Budhe dan Pakdhe yang rumahnya jauh, menghadiri undangan aqiqah dari Kakak sepupu, memberi ucapan selamat kepada adik ipar, menemani Ibu mertua berbelanja, hadir di arisan keluarga mertua, memikirkan oleh-oleh yang lebih banyak saat liburan, daaaaaaaan masih banyak lagi.
Yap!
Akan ada aktivitas-aktivitas baru yang menjadi bagian dari hidup. Sesuatu yang baru. Yang akan mengambil porsi waktu dan pikiran. Yang akan menjadi rutinitas baru, kewajiban baru, dan pengalaman baru.
Yang mungkin akan mengeliminasi beberapa habit lama kita agar bisa beradaptasi dan bisa saling memberi dan menerima di lingkungan yang baru ini. 
Tidak bisa lagi malas-malasan untuk memasak, tidak bisa lagi untuk sering-sering berkumpul dan hangout dengan gank, tidak bisa lagi tidak peduli dengan yang lain, tidak bisa lagi untuk bersikap 'semau saya', tidak bisa lagi pergi tanpa berpamitan,  dan masih banyak tidak bisa lagi tidak bisa lagi lainnya.

Sekian lama dan sekian jauh saya berputar-putar soal makna pernikahan.
Dan yang saya dapat adalah:

"Pernikahan adalah kerelaan hati dan kemauan yang sama dari dua orang yang berbeda untuk sama-sama menjalani ketidakpastian menuju hasil akhir yang pasti. Yaitu saat salah satu dari keduanya dipanggil oleh Allah SWT, dan yang satu lainnya tetap mencintai."

Yogyakarta, 4 Mei 2014
Blogger Babes are Sophisticated Bloggers Seeking Simple Solutions and Support indonesian hijabblogger