Beberapa
waktu yang lalu ada pertanyaan dari seorang kawan di Jogja:
“Apa yang mau
kamu capai sebelum umur 30 tahun?”
Sungguh
sebuah pertanyaan yang tidak mudah untuk dijawab dengan cepat.
Oh ladies and gentlemen, please
give a huge welcome to quarter life crisis!
Telah
hampir seperempat abad menjalani kehidupan yang selalu terjadwal, maka kini
saatnya menjelang 25 tahun, seseorang harus mulai merencanakan hidupnya
sendiri. Diibaratkan sebagai anak panah, maka sekaranglah saatnya anak panah
itu dilepas dari busurnya untuk mencapai target yang akan dicapai. Sesukanya,
mau jadi apa saja. Kemana saja.
Dear, passion, career, and lover
(or partner?). Which one should be put on the top of our lists?
Karena
passion dan karir itu bisa berjalan
tidak beriringan, maka bebas bagi kita untuk memilih mana yang akan kita
prioritaskan untuk lakukan. Pun dengan pasangan hidup, bebas bagi kita untuk
memilih dia yang mencintai kita atau dia yang mengimbangi kita. Yang paling
penting adalah apakah yang kita pilih juga memilih kita? He he he.
Kalau
kata Pak Steve Jobs, ‘Satu-satunya jalan untuk menghasilkan karya hebat adalah
dengan mencintai apa yang anda kerjakan’. Maka berkat cinta orang tua dalam
mendidik dan membesarkan anaklah, akan tercipta seorang anak yang hebat. Berkat
mencintai kegiatan mencintai orang lain, maka akan tercipta kekasih yang hebat.
Weh....
Quarter
life crisis membawa saya dan teman lain (bagi yang masih dan sudah merasa di
fase itu) untuk berpikir mengenai hal apa yang akan didahulukan untuk
dikerjakan. Apakah kesukaan atau karir saya? Saya senang main musik, cinta
menulis, gemar berpuisi, tapi saya malas mengerjakan skripsi. Saya senang
berniaga, tapi gelar sarjana tidak penting bagi saya. Lalu bagaimana?
Sebelum
mencari dan menentukan mana aksi yang akan didahulukan, bukankah bijak bagi
kita untuk menemukan tanggungjawab sebelum menunaikan hak-hak dalam ber-passion dan berkarir. Ya nggak? Setiap orang memiliki kesukaan masing-masing,
tapi juga memiliki tanggung jawab masing-masing. Ketika seseorang berbakat di
bidang seni musik, lukis, tulis, patung,
namun melihat orang tuanya sudah berumur dan tidak lagi bekerja, apakah akan
menjadi baik baginya bila kemudian dia melulu main musik dan tidak mencari cara
untuk berdikari?
Ternyata
hidup adalah terdiri dari pemenuhan-pemenuhan tanggung jawab.
Ternyata
hidup adalah tentang aktualiasi diri.
Ternyata
hidup adalah tentang penerapan ilmu.
Passion akan menjadi lebih indah dan
bermakna ketika kita melakukannya selaras dengan tanggungjawab yang telah
dilaksanakan.
Seperti yang
selalu diajarkan oleh Almarhum Bapak saya mengenai Teori Relativitas antara
agama dan ilmu nya Pak Albert Einstein:
Science without religion is lame. Religion without
science is blind.
Jakarta, 13 Oktober 2016
Dalam bahasa jawa angka 25 menjadi angka yang spesial, karena disitu angka 25 dibaca Selawe, bukan Limang Likur. Selawe (SEneng-senenge LAnang lan WEdok), artinya puncak asmaranya laki-laki dan perempuan, yang ditandai oleh sebuah pernikahan. Maka pada usia tersebut pada umumnya orang menikah.
ReplyDeleteDisitu disebutkan kata Pada Umumnya, berarti tidak menjadi kewajiban harus menikah di usia tersebut. Kondisi sosial saat ini memaksa pasangan untuk untuk menunda pernikahan. Banyak yang bekerja satu instansi, ada juga yang dipisahkan jarak dan mungkin menunggu sampai mapan terlebih dahulu.
Menikah bukan tujuan, kebahagian adalah tujuan utama. Menikah bisa menjadi jalan menuju kebahagiaan, tapi dilain sisi banyak hal yang bisa dilakukan untuk menuju kebahagiaan. Berkarir, berbisnis atau mungkin pengabdian masyarakat itu juga bisa membuat kita bahagia.
Kebahagiaan ada di tanganmu Alfi
Terima kasih telah berbagi insight.
ReplyDelete