Thursday 13 October 2016

Krisis Kehidupan Kuartal



Beberapa waktu yang lalu ada pertanyaan dari seorang kawan di Jogja:
“Apa yang mau kamu capai sebelum umur 30 tahun?”
Sungguh sebuah pertanyaan yang tidak mudah untuk dijawab dengan cepat.

Oh ladies and gentlemen, please give a huge welcome to quarter life crisis!
Telah hampir seperempat abad menjalani kehidupan yang selalu terjadwal, maka kini saatnya menjelang 25 tahun, seseorang harus mulai merencanakan hidupnya sendiri. Diibaratkan sebagai anak panah, maka sekaranglah saatnya anak panah itu dilepas dari busurnya untuk mencapai target yang akan dicapai. Sesukanya, mau jadi apa saja. Kemana saja.

Dear, passion, career, and lover (or partner?). Which one should be put on the top of our lists?
Karena passion dan karir itu bisa berjalan tidak beriringan, maka bebas bagi kita untuk memilih mana yang akan kita prioritaskan untuk lakukan. Pun dengan pasangan hidup, bebas bagi kita untuk memilih dia yang mencintai kita atau dia yang mengimbangi kita. Yang paling penting adalah apakah yang kita pilih juga memilih kita? He he he.

Kalau kata Pak Steve Jobs, ‘Satu-satunya jalan untuk menghasilkan karya hebat adalah dengan mencintai apa yang anda kerjakan’. Maka berkat cinta orang tua dalam mendidik dan membesarkan anaklah, akan tercipta seorang anak yang hebat. Berkat mencintai kegiatan mencintai orang lain, maka akan tercipta kekasih yang hebat. Weh....

Quarter life crisis membawa saya dan teman lain (bagi yang masih dan sudah merasa di fase itu) untuk berpikir mengenai hal apa yang akan didahulukan untuk dikerjakan. Apakah kesukaan atau karir saya? Saya senang main musik, cinta menulis, gemar berpuisi, tapi saya malas mengerjakan skripsi. Saya senang berniaga, tapi gelar sarjana tidak penting bagi saya. Lalu bagaimana?

Sebelum mencari dan menentukan mana aksi yang akan didahulukan, bukankah bijak bagi kita untuk menemukan tanggungjawab sebelum menunaikan hak-hak dalam ber-passion dan berkarir. Ya nggak? Setiap orang memiliki kesukaan masing-masing, tapi juga memiliki tanggung jawab masing-masing. Ketika seseorang berbakat di bidang  seni musik, lukis, tulis, patung, namun melihat orang tuanya sudah berumur dan tidak lagi bekerja, apakah akan menjadi baik baginya bila kemudian dia melulu main musik dan tidak mencari cara untuk berdikari?

Ternyata hidup adalah terdiri dari pemenuhan-pemenuhan tanggung jawab.
Ternyata hidup adalah tentang aktualiasi diri.
Ternyata hidup adalah tentang penerapan ilmu.

Passion akan menjadi lebih indah dan bermakna ketika kita melakukannya selaras dengan tanggungjawab yang telah dilaksanakan.

Seperti yang selalu diajarkan oleh Almarhum Bapak saya mengenai Teori Relativitas antara agama dan ilmu nya Pak Albert Einstein:
Science without religion is lame. Religion without science is blind.

Jakarta, 13 Oktober 2016



2 comments:

  1. Dalam bahasa jawa angka 25 menjadi angka yang spesial, karena disitu angka 25 dibaca Selawe, bukan Limang Likur. Selawe (SEneng-senenge LAnang lan WEdok), artinya puncak asmaranya laki-laki dan perempuan, yang ditandai oleh sebuah pernikahan. Maka pada usia tersebut pada umumnya orang menikah.

    Disitu disebutkan kata Pada Umumnya, berarti tidak menjadi kewajiban harus menikah di usia tersebut. Kondisi sosial saat ini memaksa pasangan untuk untuk menunda pernikahan. Banyak yang bekerja satu instansi, ada juga yang dipisahkan jarak dan mungkin menunggu sampai mapan terlebih dahulu.

    Menikah bukan tujuan, kebahagian adalah tujuan utama. Menikah bisa menjadi jalan menuju kebahagiaan, tapi dilain sisi banyak hal yang bisa dilakukan untuk menuju kebahagiaan. Berkarir, berbisnis atau mungkin pengabdian masyarakat itu juga bisa membuat kita bahagia.

    Kebahagiaan ada di tanganmu Alfi

    ReplyDelete

Blogger Babes are Sophisticated Bloggers Seeking Simple Solutions and Support indonesian hijabblogger