Wednesday 24 February 2016

Memaknai Kehilangan







Menginjak 20 tahun membuat saya semakin sadar. Bahwa pada setiap langkah yang diayun akan ada efek domino yang mengikuti. Entah hanya berdampak dua hari, tiga minggu, empat bulan, lima tahun, atau bahkan selamanya. Semakin sadar bahwa hal tersulit yang harus kita pelajari dalam hidup adalah belajar ikhlas dan menerima apa yang sudah menjadi kodratnya untuk kita terima. Bukan, benar-benar bukan tentang fisik atau materi. Tapi lebih kepada sesuatu yang sudah berusaha mati-matian kita perjuangkan tapi hasilnya justru jauh dari yang kita ekspektasikan.

 Saya teringat kisah Najwa Sihab, presenter cantik dan kritis itu suatu hari pernah hadir dalam satu acara talkshow dan bercerita soal kekecewaan terbesarnya yang pernah dirasakan. Hal itu diawali saat dia mengandung putrinya, selama tiga atau empat bulan dia harus menjalani bed rest dan menghentikan seluruh aktivitasnya jika ingin bayi yang ada di dalam perutnya terjaga. Pasalnya, kondisi si bayi dinyatakan sangat lemah dan rentan. Bayangkan, selama berbulan-bulan itu dia harus berada di tempat tidur dan tidak boleh bergerak sedikitpun. Jangankan Najwa Sihab yang biasa padat aktivitas, saya yang masih sering malas-malasan pun sangat mungkin stress jika ditantang tidur selama berbulan-bulan dan tidak boleh menggeser tubuh barang sesenti saja. Tapi apa mau dibantah, keputusan yang diberikan Allah SWT tidak sama dengan harapan wanita yang menikah di usia 20 tahun ini. Bayinya hanya mampu bertahan selama 4 hari dan kemudian dipanggil ke pangkuan Allah SWT. Berat dan sakit, pasti itu yang dirasakannya. Dan rangkaian prosa kata lain yang tidak mampu saya definisikan karena memang tidak ada yang bisa mewakili kacaunya perasaaan manusia. 

Semenjak itu saya kembali disadarkan bahwa hidup itu tidak perlu ngoyo. Sama seperti dosen Analisis dan Desain Sistem saya di kampus. “Hidup itu tidak usah punya target-targetan. Jalani saja sebaik mungkin dan nggak perlu ngoyo”. Secara bahasa memang mudah untuk diucapkan, tapi dalam kehidupan sebenarnya? Sama sekali tidak. Manusia adalah makhluk yang dipenuhi dengan segudang hawa nafsu yang dibiarkannya mengganti nama dengan target, atau impian, atau capaian, atau apapun itu. 

Yang jelas manusia zaman dahulu sampai sekarang masih sama. Masih senang sibuk mengurusi kesenangannya dan mati-matian mengurusi capaian yang belum tentu ingin dia raih. Faktor lingkungan dan gaya hidup yang semakin aneh-aneh menuntut manusia memiliki tambahan keinginan yang kadang tidak masuk akal. Alat komunikasi seharga motor baru, atau motor seharga mobil keluarga, atau mobil seharga rumah satu komplek. Seakan tidak pernah jera, sudah berkali-kali mengalami tapi sekan tidak pernah pula belajar dari pengalaman. Saya pernah menyesali suatu hal karena tidak memperjuangkan. Tapi saya kembali menyesali dan lebih menyesali ketika hal yang benar-benar saya perjuangkan justru melenceng jauh dari perkiraan. Akibatnya fatal. Bukan hanya saya yang kecewa. Tapi juga keluarga, teman-teman, sahabat, dan sederet orang kecewa lainnya yang tidak mengungkapkan kekecewaannya pada saya.

Lalu saya berpikir. Mungkin ini bukan soal bagaimana cara saya meraih apa yang saya perjuangkan. Tapi lebih dalam dari hal itu. Mengenai apa yang saya perjuangkan. Mungkin memang selama ini apa yang saya perjuangkan justru belum tepat. Atau bahkan sama sekali tidak tepat. Atau cara saya dalam memilih hal yang saya perjuangkan adalah salah. 

Tidak ada yang mampu menyembuhkan sakit hati kecuali niat dari diri kita sendiri. Pun saya pribadi percaya bahwa kehilangan bukan hanya tentang bagaimana mengobati rasa sakit akibat kehilangan itu. Tapi mengenai keharusan kita dalam mendeteksi orang-orang terdekat yang sangat ingin kita nikmati waktu bersama mereka hingga habis usia. Setelah tahu apa yang kita butuhkan, sudah tentu kita akan menjaga itu sepenuh hati. Sehingga setelahnya, kita tidak akan pernah merasa takut untuk kehilangan.

Catatan ini ditulis di Yogyakarta pada 23 September 2014
Blogger Babes are Sophisticated Bloggers Seeking Simple Solutions and Support indonesian hijabblogger