Tuesday 27 September 2016

Jakarta dan Rupa-Rupanya

 Senja di pinggiran Jakarta dari lantai dua.

Menjadi Jakartans itu mudah dan tidak mudah. Hanya harus terbiasa dengan bahasa gue-elo tanpa mengindahkan batasan usia dengan lawan bicara, pergi pagi pulang malam yang menyebabkan kita takut sama sinar matahari, menyetir dengan gesit (alias begajulan) sampai terbentuk karakter nggak sabar dengan cara nyetir orang di Bandung atau Jogja, lalu akrab dan bahkan hafal sama tempat ngopi atau mall yang sophisticated karena memang tidak ada hiburan lain yang mudah dijumpai di sini.

Menjadi Jakartans itu harus terbiasa sabar dan tidak sabar. Bercerita tentang saat berdesakan di commuter line bagi rakyat yang tinggal di kota tetangga semacam Bogor, Depok, Tangerang, Jonggol... Meskipun sering tidak sabar saat berlomba desak-desakan menaiki kereta yang telah lama ditunggu, tapi tak ada yang lebih sabar dari pengguna commuter line untuk tetap menggunakan commuter line di pagi dan petang. Silakan coba-coba googling dengan keyword ‘commuter line Jakarta berdesakan’. Gambar itu riil dan terjadi sehari-hari lho.

Menjadi Jakartans itu tidak boleh malas agar tetap bisa malas-malasan. Hanya orang tidak malas lah yang berbesar hati untuk menempuh kemacetan berjam-jam demi kebahagiaan seisi keluarga. Orang malas mana mau mengorbankan perjalanan satu jam demi tujuh kilometer saja. Orang malas mana mau berangkat ke kantor jam setengah enam pagi dan pulang setengah tujuh malam, dengan waktu tempuh dua sampai tiga jam sekali jalan. Mereka tidak boleh malas supaya setiap weekend bisa malas-malasan bersama keluarga dengan bahagia. Bermalas-malasan hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang kesehariannya tidak malas.

Menjadi Jakartans itu harus tahan dicela. Dicap sebagai warga yang mengagungkan kebebasan tak berbatas, dibenci di kota-kota kecil akibat cara nyetirnya yang dianggap ugal-ugalan dan mengganggu ketenangan, juga mengenai isu-isu ekonomi dan politik yang ditengarai sebagian besar aktivitasnya hanya terpusat di Jakarta. Katanya, Indonesia kan bukan hanya Jakarta!

Seperti yang pernah ditulis oleh Seno Gumira Ajidarma dalam Tiada Ojek di Paris; Namun Jakarta adalah teater yang terbuka. Dan benar, Jakarta sarat akan drama. Konflik dari sifat-sifat manusia yang menjadi sumbernya tergelar kasatmata. Tapi bukankah kita memang senang menonton teater sebagai penghiburan? Tak selamanya konflik menjadi kedukaan, karena kadang di kemudian hari kita malah menertawakan.

Begitulah, menjadi bagian dari teater terbuka adalah sebuah keputusan. Tapi tenang saja, menjadi Jakartans tidak selalu kemudian melunturkan sisi kemanusiaan. Tidak selalu. Kadang-kadang saja. Menjadi Jakartans sebaiknya tetap memelihara rasa penasaran dengan kota-kota lain di sekitarnya, supaya tidak melupakan kehidupan sosial-politik-ekonomi yang ada di luar sana. Menjadi Jakartans itu seru, asal tetap menjaga jati diri yang sebenarnya.....



Jakarta, 28 September 2016

Saturday 17 September 2016

Mana Advis Yang Akan Kamu Terima: ?





Dalam hidup ini banyak advis yang pernah kita dangar dan baca, baik itu dari orang yang kita kenal maupun dari anonim yang antah berantah dari dunia maya. Tapi tak jarang, quotes-quotes yang kadang berhasil membuat saya ‘sadar diri’ sesaat itu dengan mudahnya mengombang-ambingkan saya untuk mengamini satu hal di satu waktu, dan lain hal di lain waktu.


Advis A: Pasangan hidup itu harus saling melengkapi, untuk itulah kehidupan akan menjadi sempurna. Misal ada orang dengan pengetahuan agama yang dirasa belum begitu baik, maka carilah pasangan yang pengetahuan agamanya lebih baik, supaya dapat menjadi lebih baik. Jika kamu orangnya susah mengontrol emosi, kamu harus cari orang yang sabar dan bisa mengontrol emosi kamu.
Advis B: Pasangan hidup itu bukan dari dua orang yang saling melengkapi, tapi dari dua orang yang sama karakternya dan mau bekerja sama. Kalau hanya saling melengkapi, maka hubungan kalian nggak akan kemana-mana.
Karena kalau yang satu sholat dan yang satu nggak sholat? Capek dong yang satu harus ingetin terus pada pasangannya untuk sholat. Yang ada, pasangan yang memang sudah sholat ini malah nggak meningkat kualitas kehidupannya karena tidak dihadapkan dengan pasangan yang seimbang. (Contoh diambil dari film Sabtu Bersama Bapak).

Advis A: Belajar melupakan persoalan dengan membuang semua kenangan mengenai persoalan tersebut sampai hal terkecil sekalipun. Buang semua hal yang berkaitan dengan persoalan tersebut.
Advis B: Belajar melupakan persoalan dengan menghadapinya lebih sering, dengan tidak menolak kenyataan, dengan tidak menghindari persoalan tersebut dengan segala asam pahit nya. Maka lama-lama kamu akan kebal.

Advis A: Dalam berumahtangga, mutlak kalian harus bersama di satu sampai lima tahun pernikahan, karena di situ adalah tahun-tahun rawan persoalan besar.
Advis B: Dalam berumahtangga, di awal-awal pernikahan karena masih dalam tahap berjuang, maka untuk sementara saling berjauhan itu tidak apa, toh untuk masa depan juga.

Advis A: Buatlah goals dalam hidupmu secara detail, kalau perlu tuliskan di secarik kertas dan tempelkan di tempat-tempat yang paling sering kamu lihat.
Advis B: Hidup itu tidak usah pakai goals-goals an, udahlah, hidup aja apa adanya yang penting lakukan yang terbaik setiap mengerjakan sesuatu. Bisa jadi yang kita dapatkan justru lebih besar dari yang diharapkan. Tidak mencapai goals justru bisa membuat kamu down.

Advis A: Pilih-pilihlah dalam berteman, jangan mau berteman dengan semua orang karena kamu harus menjaga lingkunganmu agar tetap baik dan tidak tercemari oleh hal-hal yang tidak baik.
Advis B: Bertemanlah dengan semua orang, supaya kamu bisa belajar banyak hal. Supaya kamu juga tau benar mana yang baik dan mana yang kurang baik untuk dilakukan.

Advis A: Bagaimana kita bisa mengenal karakter orang lain kalau tidak dari pacaran dulu sebelum menikah?
Advis B: Pacaran itu tidak perlu karena pengenalan karakter itu bisa dilewati tanpa melalui tahap pacaran.

Advis A: Untuk apa kamu punya banyak uang tapi jarang sekali bertemu keluarga?
Advis B: Kamu harus menabung dan pintar-pintar cari uang untuk masa depanmu. (Dan akhirnya mau tak mau harus mengorbankan sedikit waktu bersama keluarga).

Advis A: Ikutilah kata hatimu, karena kata hati tidak pernah berbohong.
Advis B: Jangan hanya andalkan kata hatimu, karena kata hati dan hawa nafsu itu beda tipis. Meski tidak semua hal bisa dilogika, tapi hanya mengandalkan kata hati dalam bertindak itu berbahaya. Seperti ABG yang menuruti kata hatinya untuk lebih memilih tawuran daripada membaca buku.


Dan advis-advis lain yang tidak bisa saya tuliskan satu per satu di kesempatan yang seadanya ini. Begitulah, hidup itu terdiri dari banyak pintu. Tinggal pintu mana yang dirasa paling tepat untukmu. Mendengarkan nasehat orang lain itu penting, tapi mendengarkan semua nasehat itu akan menghambat untuk memutuskan sesuatu yang penting.


Jakarta, 18 September 2016


Monday 5 September 2016

Kumpulan #VisitBandung

Bandung menjadi pilihan menarik bagi warga Jakarta maupun luar Jakarta lainnya untuk melepas penat dan sekedar mencaari penyegaran. Bagi saya pribadi, Bandung itu seperti Jogja. Kota kecil yang lengkap dan punya segalanya; punya wisata alam, wisata budaya, wisata kuliner, juga mall serta wahana bermain. Eh lebih keren Jogja deng ya, punya gunung berapi dan deretan pantai yang keren abis. Hahahahahaha nggak mau kalah.

Berikut beberapa tempat di Bandung yang pernah saya kunjungi setelah beberapa kali ke Bandung:

Kawah Putih Ciwidey
Mohon maaf jika semua foto pemandangan ada objek manusianya, karena saya belum menemukan kembali kumpulan foto yang berisi liburan ke Bandung kemarin. Untuk menuju Kawah Putih ini saran saya gunakan kendaraan pribadi saja, karena saya tidak melihat kendaraan umum berlalu lalang menuju ke sana. Dari kota, kami membutuhkan sekitar dua jam untuk mencapai tempat yang indah itu. Meskipun bau belerang tercium tajam, namun pemandangan yang sangat cantik untuk diabadikan dalam foto mendorong saya untuk lebih sabar menahan napas.

Jangan lupa bawa payung! Karena meski saat itu bukan musim hujan, namun hujan rintik-rintik turun berkali-kali. Meski terlihat berkabut, namun tempat ini tidak sedingin yang saya bayangkan. Tetapi bagi yang tidak tahan dingin, silakan bawa jaket atau sekedar pashmina untuk menghangatkan badan.




Tebing Keraton

Untuk menuju Tebing Keraton juga direkomendasikan membawa kendaraan sendiri karena tidak ada angkutan umum di sana. Selain itu, orang-orang ke Tebing Keraton pasti mengejar sunrise. Sayang seribu sayang, karena sampai di lokasi sudah pukul enam pagi dan kala itu mentari telah terbit, maka tiada foto menarik yang didapatkan. As long as bisa jalan dari subuh dan sampai lokasi sebelum matahari terbit, maka ditemani kabut bergulung-gulung itu saya yakin foto yang didapat pun akan sangat syahdu...

Inilah akibatnya kalau jalan kesiangan:
 









Kebun ini masih di daerah Tebing Keraton. Aslinya kebun itu hijau banget dan memanjakan mata. Pesan saya, hati-hati kalau mau foto di sini ya. Jangan terlalu alay dan merusak tanaman di sana! Hal yang nikmat dilakukan pagi hari di kala menikmati pemandangan kebun hijau membentang yaitu... makan indomie! Hahaha. Beneran deh. Kebun ini kami temukan setelah kami makan indomie di sebuah warung gubuk. Jadi kebun ini terletak di belakang warung gubuk yang jualan indomie.






Kebun Bunga Begonia
Turun dari Tebing Keraton, tidak jauh dari situ kita bisa mengunjungi tempat lainnya yang sama seru dan cantiknya. Yaitu Kebun Bunga Begonia. Hanya dengan sepuluh ribu rupiah, kita bebas foto-foto di kebun bunga yang memang dibudidayakan khusus untuk tujuan wisata ini.















Breathtaking view banget di sini. Cantik-cantik bangeeeeet bunganya. Bikin yang difoto juga ikutan cantik! Hahahaha berharap banget ya Bu. Tak akan menolak kalau diajakin ke sini lagi!







Tangkuban Prahu

Tak jauh berbeda dengan wisata di Dieng yang saya lupa namanya itu. Bau belerang akan mendominasi di sekitar sini, maka bersiaplah membawa masker atau beli di sana. Selain itu, payung adalah benda yang wajib dibawa ke sini karena intensitas hujan yang cukup sering. Suasanya sejuk, sangat sejuk malah. Bersabarlah untuk menunggu jika kabut masih tebal, karena tak berapa lama akan terlihat jelas pemandangan di bawah.




Tuh kan, kabutnya masih cukup tebal, padahal waktu itu sudah pukul 10.00 pagi. Memang dingin, tapi tak usah berjaket tebal pun dinginnya masih bisa ditahan. Nah, tepat di belakang saya itu terdapat warung-warung yang menjajakan berbagai kuliner khas pegunungan. Harus cobain tahu isinya!!! Ya ampun enak banget waktu itu. Entah karena lapar atau apa, tapi tahu isinya tuh enak banget. Jika suatu saat nanti berkesempatan kesini lagi, tujuan pertama saya adalah membeli tahu isi. Ditambah indomie juga boleh.


Kabut yang tebal menutupi pandangan. Tapi meski demikianpun, masih tetap cantik kok pemandangannya untuk dinikmati. Makin seru lagi kalau pakai drone kali ya foto-fotonya.









Naaaah, kabut pun sudah menghilang sedikit demi sedikit, maka tengoklah ke bawah.


Have a nice trip!

Sunday 4 September 2016

Weekend di KualaLumpur 3D2N Tanpa Cuti

Perjalanan ini adalah perjalan singkat dan sangat mendadak. Keputusan untuk join jalan ke Kuala Lumpur dilatarbelakangi oleh sifat kekanakan saya yang akhirnya keukeuh dan nggak mau kalah, tetep mau ikut Kakak dan Ibu saya yang sudah merencanakan pergi ke KL sejak lama. Sayangnya sebagai anak kantoran yang masih newbie, saya segan untuk mengajukan cuti meski untuk setengah hari saja.  Jadilah saya nekat mengambil tiket penerbangan hari Jumat pukul 21.00. sedangkan Kakak dan Ibu saya sudah sampai di KL sejak hari Kamis.


JUMAT, 2 Oktober 2015



H-2 saya baru membeli tiket pesawat, dan H-1 baru saya membeli tiket hostel untuk hari pertama. Jadi di Jumat malam setelah dari bandara, saya memutuskan akan menginap di hotel terdekat dari bandara saja, karena keluarga menginap di daerah kota, Bukit Bintang. Saya pikir-pikir kembali, dulu saya bener-bener nggak mikir deh kayaknya, kok bisa-bisanya nekat mau nginep sendiri padahal sampai di KL bakal tengah malam. Tapi namanya juga itikad. Maju terus pantang mundur, komandan! Sejak pukul 18.30 sudah ada di bandara dengan ransel dan tas jinjing kecil semata wayang. Single fighter!


Saya lupa dan bener-bener lupa kalau ada perbedaan waktu antara Indonesia dan KL. Jadi flight agak mundur sejam dan saya sampai sana itu jam 01.00 waktu KL. Ehem.  Saya speechless karena tak membayangkan bakal sampai sana se-tengah malam itu. Iseng punya iseng, saya beranikan diri nanya ke Mbak-Mbak cantik di sebelah saya, bagaimana cara memilih taksi resmi dan aman di bandara. Dan keajaiban itu datang. Dengan sebelumnya menunjukkan keterkejutannya yang teramat sangat atas kenekatan saya, dia pun menawari dan setengah memaksa saya untuk diantar olehnya dan pacarnya sampai ke hostel di daerah Sepang. Mereka bilang daerah Sepang itu rawan dan berbahaya, apalagi tengah malam begini. Syukurlah. Jadi pacar Mbak-Mbak itu orang KL, jadi dia dijemput naik mobil dan saya pun diantar oleh mereka sampai ke hotel. Ya ampun, tak hentinya saya bersyukur atas kebaikan yang mereka berikan ini.



Nah, alasan saya memilih hostel backpacker, itu karena saya menyadari bahwa saya hanya membutuhkan tempat transit saja, which is tidak lebih dari tujuh jam. Setelah melalui penyaringan sana sini saya memutuskan untuk memilih “The Youniq Hotel” di daerah Salak Tinggi Business Park, Sepang. Sebenarnya mereka menyediakan kamar normal, tapi kembali lagi karena saya hanya butuh beberapa jam saja sendirian, maka saya memilih shared dormitory room (women only). Waktu itu saya dapat harga Rp 196,086 per malam, termasuk breakfast! Senengnya di sini adalah, breakfast nya lumayan banyak, tidak hanya roti dan selai saja. Kekurangan dari tempat ini adalah daerah sekitarnya itu sepi, dan gelap. Jadi hotel ini benar-benar hanya direkomendasikan untuk transit saja.



Kasurnya cukup empuk, masing-masing bed ada locker pribadi dan kunci. Juga disediakan colokan listrik. Koneksi wifi juga masih bisa diandalkan meskipun mati nyala mati nyala. Keberuntungan saya lainnya yaitu dari sepuluh bed yang ada di situ, isinya hanya saya! Hihihi. Jadi semalam itu saya benar-benar menikmati kesunyian sendiri. Cailah. Tapi nyaman kok, ber-AC. Sayangnya tidak ada penutup bed ya, jadi saya membayangkan kalau sedang ada beberapa orang di kamar itu, sepertinya kurang nyaman kalau tempat tidurnya pun tidak ada penutup.





















Ini toiletnya. Ada pintu tersambung di ujung ruangan itu, menuju toilet yang juga khusus wanita. Lumayan bersih juga, ada air panas, tapi tidak besar.
 



Sayang sekali saya lupa ambil foto menu sarapan pagi itu. Tapi lumayan lho, dengan harga yang saya bayar masih dapat sarapan yang bisa memilih, antara roti-rotian, laksa, atau kah bubur. Tempat makannya juga nyaman banget dan cukup luas. Selain itu, desain lobi hotelnya meski tidak terlalu luas tapi cukup menarik untuk foto-foto.









 


                        



SABTU, 3 Oktober 2015
Pukul tujuh pagi saya sudah bersiap check-out dan menuju ke hotel Kakak dan Ibu saya di daerah Bukit Bintang. Tujuan saya yaitu stasiun MRT terdekat, yaitu Stasiun Salak Tinggi. Karena tidak ada taksi yang berlalu lalang, (kawasan di depan hotel itu seperti ring road, atau jalan tol deh. Jadi di sekitar hotel hanya ada hotel-hotel lain yang seukuran. Tidak ada pemukiman. Mau tidak mau, saya harus menggunakan taksi hotel yang kalau dirupiahkan jadi sekitar Rp 100.000 dari hotel ke stasiun Salak Tinggi. Mengingat bapak supirnya adalah bapak-bapak berwajah India gitu, agak deg-degan lho waktu naik taksi! Apalagi lewatnya daerah yang penuh semak-semak. Hiiii. Hanya bisa berdoa dan berdoa.

Stasiun Salak Tinggi, stasiunnya kecil, tidak ramai, tapi bersih. 









Horeee, sekitar satu jam menikmati perjalanan, saya sudah sampai di Stasiun Bukit Bintang. Ini lingkungan yang saya lihat sepanjang keluar kereta sampai ke jalan raya:









Lucunya, pemandangan pertama yang saya temui di jalanan selepas turun dari kereta adalah pembangunan jalan sedang berlangsung, dan girder yang mereka gunakan adalah merek yang kantor saya jualan. Hahahaha. Nggak di kantor, nggak di KL, kok ya ketemunya MHE-Demag!





Finally! Setelah muterin blok di sekitar sini selama beberapa puluh menit, saya pun menemukan hotel yang sangat kucari-cari ini. Kakak dan Ibu saya menunggu-nunggu di lobi hotel yang terlihat seperti akuarium karena transparan. Rasanya bahagia campur haru, ingin menangis karena akhirnya ketemu mereka lagi tapi di negara lain. Huhhh dasar lebaay. Daerah Jalan Alor, Bukit Bintang ini menjadi daerah favorit para pelancong karena melimpahnya tempat kuliner di sini.  





Setelah menimbang dan memutuskan, jam 10-an kami pun memutuskan untuk keluar entah kemana. Karena sifat kunjungan adalah dadakan dan minim browsing, kami asal aja menentukan tujuan, yakni ke daerah Central Market. Kami turun di Stasiun Pasar Seni.



 




Central Market
Central Market ini seperti pasar modern, yang didalamnya dijual bermacam oleh-oleh dan kerajinan. Juga coklat-coklat. Kami membeli semua coklat oleh-oleh di sini. Barang yang dijual sebenarnya tidak jauh berbeda dengan yang ada di Indonesia, tapi lumayan asik daerahnya.








Sayang sekali di hp saya tidak ada foto-foto isinya Central Market. Waktu itu ada di hp Ibu saya, tapi saat ini hpnya sudah mati karena terendam es teh! Hahaha. Selepas lelah berjalan-jalan, Ibu saya yang sudah mulai lapar mulai menengok dagangan di sekitar. Beliau tergoda oleh sebuah restoran yang ada stiker tripadvisor di depan. Artinya, restoran ini boleh dicoba dong. Namanya restoran “Yusoof dan Zakhir”. Dan memang benar! Harus dicoba lagi kalau balik ke sini.






Saya lupa banget nama menunya apa, tapi bagi kalian yang bisa mentolerir makanan bersantan, ini surga dan enak! Apalagi minumnya sama milo Malaysia yang terkenal beda rasanya dengan Milo Indonesia itu. Hmmm. 

Petaling Street
Perjalanan selanjutnya adalah Petaling Street, yang ternyata tidak jauh dari situ. Cukup berjalan kaki saja. Isinya ya lagi-lagi orang jualan berbagai macam benda!
























Batu Caves
Meskipun hari sebelumnya Ibu dan Kakak saya sudah ke Batu Caves, tapi karena saya pengen banget foto bareng burung merpati di sana, akhirnya mereka menemaniku ke Batu Caves. Dari Stasiun Pasar Seni naik kereta, tapi saya lupa turun di stasiun mana. Hihihi.














Menara Kembar Petronas
Setelah dari Batu Caves, si Ibu memutuskan untuk pulang duluan ke hotel, dan saya lanjut ke Menara Kembar Petronas. Rasanya tidak afdhol ya kalau ke KL tapi belum ke menara kembar tersohor ini. Btw untuk bisa mengambil foto itu, diperlukan perjuangan keras lho, karena buaanyaknya orang yang berjajar-jajar di sana. Hahahaha.


          


Untuk menuju hotel kembali, kami menggunakan bus GOKL yang notabene gratis! Hihihi. Bus nya berwarna pink ke-unguan ini.



Street Food – Jalan Alor
Ini dia kondisi Jalan Alor di malam hari dari atas hotel. Hmmmmm. Yang di bawah berderet itu mobil-mobil yang diapit kursi dan meja penjual makanan lho! Melimpah dan tinggal pilih pokoknya.
                         














Minggu, 4 Oktober 2015
Hanya semalam saja saya menginap di daerah Bukit Bintang ini. Keesokan harinya kami harus check-out. Kami menginap di Nova Hotel, dengan fasilitas sarapan. Hotelnya sepertinya sudah cukup tua, dan furnitur-nya tidak terlalu baru. Tapi sekali lagi karena tertolong oleh lingkungan yang asik, jadi saya fine-fine saja. 



Putrajaya
Karena masih ada waktu beberapa jam, kami memutuskan untuk mampir sebentar ke Dataran Merdeka, Putrajaya. Lumayan lah untuk sekedar mengisi waktu dan berfoto-foto.















Demikian akhir dari perjalanan ini. Saya harus kembali ke Jakarta, dan Ibu serta Kakak saya terbang lebih dulu menuju kampung halaman, Jogja! Buat saya piknik yang singkat ini sangat menyenangkan. Liburan bersama keluarga benar-benar membawa kesegaran tersendiri bagi saya. Kami menjadi lebih kompak, merasakan susah senang bersama-sama. Semoga masih ada kesempatan-kesempatan berikutnya ya, siapa tahu tahun ini atau tahun depan personilnya nambah! Hahahahaha.

Kuala Lumpur Airport


Makan dulu sebelum pulang di Papa Rich. Laksanya enak, yang foto atas rasanya... tak ingin mengulangi lagi! Hahahahah.









Blogger Babes are Sophisticated Bloggers Seeking Simple Solutions and Support indonesian hijabblogger