Monday 29 December 2014

Perbedaan

Sumber: Koleksi pribadi



Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya.


Hidup ini indah, dengan kejutan-kejutan manis di setiap perjalanannya, juga hentakan-hentakan kecil yang membuat kita mau tidak mau berpindah posisi. Bermasyarakat itu isinya perbedaan, mulai dari marga, kepercayaan, kondisi kesejahteraan, dan pola pikir. Pasti semua ada perbedaannya. Kalau kita jeli, pola pikir itu sangat dekat dengan watak dan hati. Sebenarnya saling terhubung, tapi sayangnya tidak selalu selaras dengan tindakan.

Bayangkan bahwa kita ini hidup di sebuah ‘ruang’. Masyarakat hidup menempati ruang yang berbeda dengan segala perbedaan lainnya yang ada. Ada yang di bawah, ada yang di atas. Ada yang di pinggiran, ada yang di pusat keramaian. Ada yang tinggal di tempat kumuh, ada yang tinggal di tempat yang seluruh sudut ruangannya wangi. Ada yang tak mengenal apa itu junk food, ada yang tak mengenal apa itu nasi aking. Ada yang menganggap bahwa kebahagiaan itu nomor satu, ada yang menganggap bahwa gaya itu nomor satu. Masing-masing individu bebas memadu-padankan sudut mana yang menurut mereka paling tepat untuk ditempati.

Terus terang saya pribadi saat ini masih terus mencoba untuk menghargai dan mencoba melihat sesuatu lebih dari satu sudut pandang. Hasilnya, mencoba untuk menambahkan satu sudut pandang dalam melihat sesuatu itu tidak semudah yang saya bayangkan. Banyak argumen dan sudut pandang orang lain yang tidak bisa saya terima begitu saja. Entahlah, apakah itu pertanda bahwa saya masih terlalu konservatif?

Suatu hari saya dan keluarga pernah berhadapan dengan seorang Bapak paruh baya yang hendak menjual tanahnya. Tanda sepakat telah terjadi bersamaan dengan penandatanganan surat dan penyerahan sejumlah uang untuk down payment. Tapi betapa mengejutkannya ketika kami bersama-sama mendatangi pihak notaris dua hari kemudian, Bapak tersebut berubah pikiran.

Sang Bapak berkehendak bahwa jika kami benar-benar berniat untuk membeli tanah tersebut, maka kami harus mentransfer sisa uangnya pada saat itu juga. Terus terang jumlah uang tersebut tidak sedikit, sehingga pihak notaris pun tidak berani memberikan jaminan dan tidak mau terlibat jika jual-beli ini tidak sesuai dengan SOP. Begitupun dengan saya dan kakak saya, meskipun kami percaya bahwa sertifikat tanah tersebut asli, tapi proses pembayaran baru bisa dilakukan setelah melalui tahap validasi dari pihak Badan Pertanahan Nasional. Kami pun lebih tenang jika semua akad dilakukan sesuai dengan SOP.

Namun bagaimanapun kami mencoba menjelaskan, ternyata tidak mampu mengubah pikiran Sang Bapak. Dengan segala upaya kami bujuk dan berikan pengertian mengenai kondisi lapangan yang tidak bisa kami kendalikan, tapi hasilnya nihil. Akhirnya kakak saya pasrah dan mengikhlaskan saja jika pembelian tanah ini dibatalkan. Tetapi masih ada satu ikhtiar lagi yang coba kami lakukan, yakni pindah ke notaris yang lain.

Sebelum diskusi dengan pihak notaris kedua, kami melakukan sholat zuhur bersama-sama. Kami pasrah. Tapi apa yang terjadi setelahnya? Proses penjelasan kondisi lapangan dan SOP yang berlaku oleh pihak notaris berlangsung sangat lancar dan Sang Bapak langsung setuju untuk mengikuti SOP yang berlaku. Astaga, kami pun terdiam dan justru heran setengah mati mengapa Sang Bapak bisa secepat dan semudah itu berubah pikiran dan berubah sikap?

Selepas dari tempat tersebut, Sang Bapak bercerita bahwa dia lebih percaya pada notaris kedua karena pihak notaris menggunakan jilbab, tidak seperti pihak notaris yang pertama. Sang Bapak menjadi lebih tenang jika proses jual-beli ini dibantu oleh orang yang seagama dengannya. Deg. Sungguh kaget saya mendengar alasan dari Sang Bapak. Ternyata tidak selamanya jalan pikiran orang itu sama.

Saya tidak bisa menilai baik buruk dan benar salah seseorang dalam berpikir dan mengambil sudut pandang. Selama saya masih bisa menerima cara pandang orang lain dan itu sah-sah saja, maka saya tidak ada masalah dengan itu. Namun tak jarang ada sudut pandang orang lain yang tidak bisa saya terima. Untuk mengatasi hal ini, saya memilih untuk mengutarakan pendapat saya jika kondisi menyangkut sebuah pilihan. Atau saya memilih untuk diam dan cukup mendengarkan sudut pandang dari orang tersebut. Lumayan, nambah-nambah wawasan. Pada kesempatan yang lain akan saya tuliskan mengenai sudut pandang sudut pandang lain yang kadang membuat saya berdecak heran.



JOG, 291214
Blogger Babes are Sophisticated Bloggers Seeking Simple Solutions and Support indonesian hijabblogger