Monday 24 June 2019

Persiapan Lamaran (1) of 2





Tujuan dari menuangkan cerita ini ke dalam tulisan hanyalah sebagai pengingat pribadi saja. Jika ada teman-teman, siapapun  yang kebetulan membaca, ambil baiknya (kalau ada) dan buang buruknya ya. Hehe.

Menentukan Waktu dan Anggota Keluarga
Bermula dari hubunganku dengan teman dekatku saat itu sudah cukup dikenal orangtua, kami mulai berpikir mau dibawa kemana arah dan tujuannya. Karena toh memang kami tidak ada pacaran dan tembak-tembakan, tidak ada romansa sebelum jalinan yang resmi. Tahu tahu setelah pertemuan keluarga di 13 Juni 2018, diputuskan untuk diadakan lamaran di tanggal 23 Juni 2018. Ya sudah, anggap saja jadiannya di tanggal lamaran itu saja. Jadian di depan umum. Hahahaha.

Kebetulan lebaran jatuh pada tanggal 15 Juni 2018, sehingga saudara yang datang dari jauh sedang sama-sama mudik dan berkumpul di rumah Mbah Putri dan Mbah Kakung di Magelang. Biar ramai sekalian, pikirnya. Dan sekali lagi, mumpung tanggal 23 Juni tersebut juga bertepatan dengan ulangtahunku, hehe. Itulah yang dinamakan kebetulan yang diusahakan.

Sisanya, aku hanya mengundang teman dekat saja. Benar-benar teman dekat di SMA dan kuliah. Itu pun sebisa mereka saja, toh awalnya aku mengabari mereka hanya bertujuan untuk memohon doa dari teman-teman. Kalau bisa hadir, tentu aku sangat senang. Dan sungguh sejujurnya momen lamaran adalah momen tersyahdu yang dihadiahkan Ibu di hari ulang tahunku. Teman teman dekatku, keluargaku, keluarga besarku, calonku, calon keluarga besarku, semua bisa berkumpul menjadi satu di acara itu. I’m so blessed!

Menentukan Tempat dan Konsep Acara
Saat itu betul-betul blank, karena Kakak laki-lakiku saja belum pernah lamaran. Dan lamaran teman-temanku sudah terjadi beberapa tahun yang lalu. Haha. Pun konsep mereka berbeda-beda. Ada yang lamaran resminya digelar malam sebelum akad nikah, ada juga yang hanya orangtua calon putri bertemu dengan orangtua calon putra.

Karena melihat jumlah sanak saudara yang sepertinya bisa hadir cukup banyak, sepertinya acara harus agak serius. Dan karena acara diadakan di rumah, maka Ibuku mengundang Bapak-Bapak tetangga kanan kiri untuk ikut menghadiri acara. Supaya apa? Supaya orang-orang kampung tahu bahwa kami resmi jadian dan kalau pergi berdua tidak terlalu diomongin orang! Hahaha. Gak ding. Ya sudah seyogianya seperti itu.

Tugas sebagai pembawa acara (MC) akan dibawakan oleh Bapak Kepala Desa yang kebetulan cukup dekat dengan keluargaku. Selain itu, beliau adalah orang yang sudah sangat berpengalaman bertutur kata dengan bahasa Jawa Kromo. Jadi ya no worries. Untuk pembacaan Al-Quran juga nanti dibawakan oleh Ibu hafizah yang rumahnya berseberangan dengan rumahku. Pak RW dan Pak RT kita persilakan untuk memberikan kata sambutan. Dan Omku, adik dari Ibuku didaulat untuk memperkenalkan silsilah keluarga nantinya.

Dari pihak putra, calon suamiku juga membawa seorang wakil keluarga yang akan memberikan speech mengenai maksud dan tujuan dari keluarga besar calon suamiku berbondong-bondong datang ke rumahku. Juga ada seseorang dari keluarga yang akan memperkenalkan silsilah keluarga calon suamiku.

Dapat disimpulkan bahwa acara lamaran berlangsung formal seperti acara upacara tujuhbelasan. Hehe. Oiya, dalam sesi lamaran, aku dan calon suami sepakat untuk tidak perlu ada speech dari kita berdua. Ala ala romansa itu loh. Tidak ada! Karena memang menjadi tokoh utama saat acara lamaran seperti ini saja sudah lumayan malu. Hahaha.


Menentukan Vendor

Kostum
Berkaitan dengan penghematan budget, maka tidak ada seragam untuk keluarga. Semua pakai bebas rapi saja, hahahaha. Aku sendiri sudah membeli kebaya langsung jadi di Thamrin City, lupa harganya berapa, tapi kalau tidak salah Rp 200,000 atau Rp 150,000 saja. Entah mengapa kebaya yang harganya lebih mahal kebetulan tidak cocok di badanku saat itu. Beneran loh. Haha. Untuk bawahannya aku beli kain, senada untuk dipakai Si Mas. Belinya di Pasar Tanah Abang, Rp 50,000 an per meter. Sungguh sebuah penghematan.

Ibuku dan Ibu besan kompak pakai kebaya warna senada, kuning hijau. Bapak mertua dan Kakakku juga kompak pakai batik dan peci. Untuk teman-teman dekatku yang perempuan aku ajak berbaju cantik warna pastel saja. Hihi. Saudara-saudara lain bebas rapi. Entah gamis entah batik. Toh mereka akan menyesuaikan.

Dekorasi
Untuk backdrop, karena memang acara kecil-kecilan saja (dan tentunya demi mensiasati biaya), maka rajin browsing vendor adalah koentji. Apalagi acara akan diadakan masih dalam suasana lebaran, jadi beberapa vendor dengan harga yang cocok masih libur. Huhuhu. Tak putus asa, hilir mudik di instagram, tanya sana sini untuk pricelist nya, dan dengan penuh keteguhan hati akhirnya kami putuskan untuk menggunakan jasa dekorasi dari seorang Mbak Mbak mahasiswa yang masih merintis usahanya. Sebetulnya dia sudah lama berkecimpung di dunia paper flower, tapi masih baru di dunia dekorasi.

Pada saat hari H, aku sendiri ikut menemani Mbak nya saat menyusun dekorasi. Jadi semua cukup sesuai dengan konsep di kepalaku. Tidak terlalu ramai dan yang simpel simpel saja. Intinya, tidak harus semua properti yang ditawarkan harus kamu ikutkan apabila memang tidak cocok dengan konsepmu. Bahkan karena saking bawelnya diriku, aku sendirilah yang menulis di papan-papan chalk board. Mbaknya pun mempersilakan tanpa merasa tersinggung. So everything is under control.

Make Up
Awalnya Ibu memaksaku untuk berdandan di salon. Katanya: ya masak kamu ga dandan! Aku bilang “Aduh, sudah mepet waktunya. Kemarin juga ga kepikiran pakai MUA”. Iya, aku lupa, antara tidak terpikirkan atau memang tidak ada di budget, aku benar-benar tidak mencari jasa MUA. Jadi aku berdandan sendiri. Alat make up juga sangat seadanya. Ibuku juga kudandani sendiri. Pikirku, toh cuma acara di rumah.. Tapi jujur saat mulai dandan sendiri, aku nervous juga. Layak kah hasil dandananku sendiri ini? Hahaha.

Sayang sekali mataku yang minus 3.5 ini lupa kubelikan soft lense. Jadi ya aku mengarungi acara lamaran itu tanpa kacamata! Hahahahahaha parah bangetttt. Sedih sih, jadi tidak terlalu jelas saat melihat keadaan di sekitarku.

Cincin
Cincin juga dibeli secara amat sangat mendadak. Toh memang tidak ada keinginan yang ribet soal cincin ini. Dan cincin lamaran ini sama dengan cincin pernikahan nanti.  Bedanya hanya saat lamaran disematkan di tangan kiri oleh Ibu mertua, sedangkan saat selesai akad nikah nanti cincin disematkan di tangan kanan oleh pasangan! Hehe.

Sesuai keinginan, cincinku ya biasa saja, cincin emas putih dengan aksen berlian kecil. Yang penting masih cocok dipakai sehari-sehari. Cincinku didapat di Toko Mas Bagong yang lokasinya di Hartono Mall. Enaknya beli emas di mall ya bisa ngadem. Ga pusing-pusing amat meskipun antre juga. Hahahah.

Sedangkan karena untuk pria muslim tidak boleh pakai emas, si Mas membeli cincin dengan material paladium. Untuk paladium konsekuensinya yaitu tidak bisa dijual kembali ya dan barang harus inden sekitar 1-2 bulan. Cincin ini didapat di Toko Mas Semar di Hartono Mall juga. Jadi untuk acara lamaran itu si Mas beli cincin perak di Kotagede yang modelnya nyerempet-nyerempet sama cincin akadnya. Hahaha.

Oiya untuk harga cincin ini sangat-sangat variatif sekali ya. Tergantung besar kecilnya cincin, pasti akan berpengaruh pada harganya.  Tapi tenang saja, untuk cincin bisa didapat dengan harga mulai 4jutaan sepasang sampai tak terhingga. Mau beli yang sepasang seharga 80juta juga bisa. Hehe. It’s all up to you bebi!



Nostalgia Kisah Lama





Dimulai dari kembalinya si Mas menghubungiku melalui chat Line (yang sebetulnya pernah dilakukannya, dengan kedok mengucapkan selamat ulangtahun ke 25, tahun 2017), tapi aku hanya membalas sekenanya dan tidak kemudian mengindahkannya.Maklum, saat itu kehidupanku masih sangat ruwet. Hahaha. Lalu dia muncul kembali di notifikasiku pada awal tahun 2018, juga secara biasa-biasa saja.

Saat itu posisi Mas penempatan di Bali, dan aku bekerja di Jakarta. Sedangkan kampung halaman kami ada di Jogja dan Magelang. Maka butuh sebuah kebetulan atau konspirasi alam yang luar biasa untuk bisa membuat kita bertemu, apalagi kembali dekat. Setelah beberapa kali bertemu saat sama-sama pulang kampung, intensitas komunikasi meningkat seiring berjalannya waktu. Lucu sekali. Semua terjadi secara biasa-biasa saja, pun sebetulnya sudah sedikit mengenal saat sama-sama ada di bangku kuliah kan.

Suatu hari di pertengahan bulan Maret atau April, aku lupa, pembicaraan yang selama ini diisi oleh omong kosong kesana kemari, tiba-tiba si Mas mulai nyerempet ke hal-hal yang sensitif bagiku.
“Iya, aku mulai ditanya orangtuaku, kapan mau serius sama cewek”
“Oh gitu ya. Iya sih, kan udah kerja juga, mau cari apalagi, ya kan, hehe”
“Iya. Ya aku cerita sih kalau aku lagi deket sama kamu aja”
“Hmmm. Gitu ya. Hahaha”
“Ya kalau kamu mau serius, aku serius. Siapa tau kita cocok, kita coba lanjutkan hubungan ke arah yang lebih serius.”
“Emang... Kamu rencana nikahnya kapan?”
“Aku ga ada target sih, mungkin tahun depan”
“Oh gitu. Ya aku kalau memang ada yang serius dan kita sama-sama cocok, aku sih males pacaran aja. Kalau deketnya tahun ini ya aku pengennya ya dijelasin di tahun ini aja. Tapi kalau kamu siapnya tahun depan yaudah, ga usah diomongin ini sekarang, hehe.”

Intinya adalah: Aku jujur dengan apa yang ada di pikiran dan keinginanku. Entah bisa terwujud atau tidak, tapi yang penting aku sudah mengungkapkan apa yang ada di kepalaku. Perkara cocok atau tidak ya tidak masalah. Worst case nya, kalau dengan aku jujur terhadap keinginanku kemudian si Mas tidak cocok, ya anggap saja memang kita belum jodoh saat itu. Tidak apa apa. Nothing to lose. Sungguh tidak harus ada yang dipaksakan.

Sampai akhirnya setelah melalui perjalanan batin yang panjang, kami memberanikan diri untuk membawa ikhtiar itu ke arah yang lebih serius. Dan saat yang mendebarkan itu tiba, ketika kedua keluarga kami  pun bertemu untuk buka puasa bersama di kediamanku. Tepatnya pada 13 Juni 2018. Pada saat itu pula diputuskan untuk mengadakan acara lamaran di tanggal 23 Juni 2018. Satu minggu setelah lebaran, dan tepat di hari ulang tahunku.



Denpasar, 24 Juni 2019

Tuesday 1 January 2019

Milestones of 2018








Demi menjaga keseimbangan yin dan yang, akhirnya kutengok kembali blog yang sudah mulai lapuk dan berdebu ini. Bangkit dari tidur panjang, kuingat-ingat dulu untuk apa susah payah aku mentrasfer memori hidupku menjadi kata. Oh, ternyata supaya di beberapa tahun ke depan aku bisa berkaca kembali seperti apa hidupku yang lalu lalu. Hampir setengah waras aku menjalani segenap tahun 2018-ku yang sangat menakjubkan. Tak terduga, so much surprises.

Januari 2018
Seperti orang kebanyakan, di awal tahun aku merajut mimpi-mimpi manisku. Tak patah arang aku rangkai kembali cita-cita apa yang sudah terserak di tahun 2016 yang carut marut itu. Tetap optimis meskipun hidupku pun waktu itu sebenarnya tak terlalu manis. Keinginan untuk resign yang meluap, lelah lahir dan batin, bingung, kacau, bimbang… literally quarter life crisis. Sampai di penghujung Januari muncul sebuah pesan singkat biasa dari teman lama. Biasa saja, toh semua dari kita juga saling menyapa meskipun tak ada sesuatu yang terencana.

Februari 2018
Got promotion in office for the first time! I should be thankful but turns out I wasn’t really. I really tired for the same thing after 2 years in the same field. 
Tetapi apapun itu harus tetap dijalani. Hingga akhirnya kembali impulsif untuk ikut Mamak dan Kakak trip ke Kuala Lumpur. Sayangnya kondisi stamina yang kurang fit dan ada kejadian tidak senonoh sebelum keberangkatan membuatku kesal pada diriku sendiri.
Awalnya aku senang bukan kepalang karena mendapat tiket promo seharga tidak lebih dari Rp 800,000 pulang-pergi CGK-KUL-CGK. Namun karena mepetnya deadline kerjaan kantor yang membuatku harus terjaga hingga dini hari selama berlarut-larut dan meeting serta presentasi bertubi, aku baru mulai packing pukul 01.00 pagi, penerbangan nanti pukul 06.00! Sampai kemudian aku sadari pasporku tidak ada di tempat biasa aku menyimpannya.
Dan singkat cerita, setelah kubongkar semua sudut kamar dan di kantor, aku tak menemukan dimana pasporku berada. Aku hampir gila. Bukan apa-apa, tapi kalau sampai Mamak dan Kakakku tau aku tidak jadi ikut hanya karena pasporku tidak ada, aku khawatir kalau mereka kemudian sedih dan mengkhawatirkanku. Kalau soal dimarahi sih masih tidak apa-apa.
Dan waktu sudah menunjukkan pukul 08.30 pagi. Setelah lelah menangis, aku pun pasrah dan berserah. Hingga Allah mengetuk hatiku untuk menengok sudut kardus yang sangat berdebu dan lapuk itu. 100% aku yakin pasporku tidak akan ada di sana. Karena pun isinya hanya pecah belah yang tidak pernah kupakai. Tapi Qadarullah… PASPORKU ADA DI SANA!
Astagana, lemas aku melihat kelakuanku sendiri. Dengan pontang-panting aku cek tiket pesawat ke KL untuk hari itu juga. Ada! Pukul 13.30, lumayan lah dapat harga Rp 800,000-an juga sekali jalan. Jadi ya tidak jadi berhemat. Hahaha. Tapi tak apalah, sebuah pengalaman baru yang menamparku untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan berhati-hati.

Maret 2018
Setelah pertarungan batin yang begitu panjang, aku memutuskan untuk menemui kembali teman lamaku yang kemarin sempat bertemu di bulan Februari lepas undangan pernikahan sahabatku Provita. Tidak besar ekspektasiku terhadap pertemuan itu. Sekedar bertemu kawan lama. Masih lekat dalam ingatan, pertemuan kami jauh dari istilah romantis. Betapa tidak, karena pertemuan itu di akhir bulan, aku harus sambil mengerjakan tugas kantor. Lucunya dia tidak bosan atau cemberut melihatku setelah makan malam hanya bergelut dengan laptop. Yang kuingat adalah sebelum kita berpisah, dia hanya bilang “Secepatnya ya”. Dan aku hanya bisa diam. Apanya yang secepatnya? Bertemu laginya? Atau apa? Ah sudahlah……


April 2018
Sebenarnya kepulanganku saat itu harus kutukar dengan pengalaman yang sudah sangat kunantikan. Teman-teman kantorku mendaki gunung Merbabu. Gunung yang sudah lama sekali ingin kukunjungi. Tetapi waktu seperti tidak memungkinkan. Ada yang harus kupastikan dengan serius menyangkut masa depanku.
Seperti agak hilang ingatan, tanpa sadar dia sudah ada di rumahku bertemu Ibuku dan Kakakku. Dan tak seperti biasa, untuk kali ini kakakku yang biasanya acuh tak acuh dengan takzim menemani tamuku mengobrol saat aku masih di dalam untuk siap-siap. Seperti ada yang tak biasa, padahal baru sekali mereka bertemu.
Dan untuk pertama kali itu pula aku bertemu dengan orangtuanya. Sungguh tak ada yang aku kurang-kurangi dari pernyataanku ini; jantungku seperti sedang naik jet coaster. Naik turun tidak pada tempatnya. Dia yang dulu pernah menjadi teman sebangku itu, sekarang menjadi aneh saat kami duduk hening bersebelahan di kotak kaleng berjalan itu. Lagu yang terdengar sayup-sayup di mobil benar-benar menolong kami, laksana debur ombak yang meramaikan keheningan laut.
Di bulan April jugalah untuk pertama kalinya aku dan sahabatku Fitri Wulandari diberi quality time yang begitu indah. Sudah lama kami ingin pergi berdua ke pantai tapi tak kunjung terlaksana. Dan akhirnya kami ke pantai pasir putih di daerah Gunung Kidul berdua. Iya, berdua. Meskipun menyetir semata wayang, tapi apa yang ada di dalam hati ini begitu gembira. Sampai kemudian dia bertanya; “Kamu sudah sebentar lagi ya Dek?”.

Mei 2018
Bulan puasa yang tidak terlalu berbeda dari biasa. Hanya lebih sibuk saja. Setiap ada akhir pekan yang senggang maka kudatangi mall, Pasar Tanabang, atau Thamrin City. Sekedar persiapan lebaran atau semata mencari materi untuk acara lamaran nanti entah kapan.

Juni 2018
Ponselku berkedip saat aku masih di perjalanan menuju Kota Kasablanka, menemui Charina untuk buka puasa bersama. Kabar itu  sepertinya sudah tiba. Kuangkat telepon itu dengan degup jantung yang memburu.
“Ya, halo”
“Halo, sudah selesai Dik ngomongnya”
“Hah, gimana??? Ceritain, ceritain”
“Ya gitu, tadi aku minta izin untuk serius sama kamu dan keluargaku mau main ke rumah untuk ketemu. Sebelum lebaran itu ya”
“Terus respon Mamak sama Kakak gimana?”
“Hahahaha iya tadi serius banget. Ya dibolehin asal visi misi kita sama”.
---------------------
Lebaran tahun ini ternyata begitu berbeda dari tahun sebelumnya. Tepat pada hari ulang tahunku, di depan keluarga besar kami masing-masing, kami resmi jadian. Alamak. Ditemani sahabat-sahabat dan saudara-saudaraku, semua terasa begitu teduh. Sejak hari itu pun mamakku selalu mengultimatum;
“ Mulai sekarang jangan main main lho ya, udah disaksiin banyak orang lho”.
---------------------
Pun sebenarnya kami belum ada omongan mau meresmikan hubungan ini kapan. Rencananya di akhir tahun saja, mungkin November atau Desember 2018. Menunggu Kakakku acara duluan.

Juli 2018
Sebetulnya Mamak sibuk mencarikan gedung untuk Kakakku, supaya setelah Kakakku settle mau tanggal berapa, baru aku dicarikan tanggalnya kemudian. Apalagi banyak masukan dari saudara perkara Kakak Adik tidak boleh menikah di tahun yang sama. Meskipun kami sekeluarga sebenarnya baik-baik saja jika ada pernikahan di tahun yang sama, tapi demi menjaga silaturahim dan ketentraman bersama, kami mengadopsi masukan tersebut. Dan keputusan keluarga adalah Kakakku menikah belakangan saja.

Agustus 2018
Mempersiapkan pernikahan dalam waktu kurang dari 3bulan, ditambah dengan kepindahan ke departemen baru yang notabene lingkup kerja lebih kompleks, adalah perpaduan yang kusarankan untuk dihindari saja. Sungguh menguras tenaga, waktu, pikiran, dan…. dana. Karena percayalah, saat kita membutuhkan segala sesuatu secara mendadak dan waktu riset tidak banyak, maka opsi yang tersisa datang bersama konsekuensinya; seadanya atau tinggi harganya. 
Tapi apapun itu, aku sangat bersyukur ada kesempatan untuk menimba ilmu di departemen lain di saat aku benar-benar sudah ingin melenggang kangkung dari tempatku bekerja ke perusahaan yang sudah aku datangi sesi wawancaranya dan tinggal medical check up saja.

September 2018
Officially I became Mrs. Handoko!
Sungguh setelah beribu hari aku bersemedi mencari tahu siapakah partner hidupku kelak, maka pada akhirnya hari itu tiba. Kalau kata Kunto Aji dalam lirik lagunya; Jangkar sudah terjatuh dan aku benar-benar luluh. Seperti mimpi. Benar-benar aneh rasanya. Begitu banyak tamu yang datang dan itu adalah acaraku. Oh, jadi seperti ini toh rasanya menikah. Panas di kepala berminggu-minggu lamanya menyiapkan hari ini seperti air yang diguyur ke dalam tumis. I am speechless.

Oktober 2018
Resepsi + Ngunduh mantu = Cuti panjang!
Saatnya untuk mensyukuri apa yang terjadi. Mengundang teman dan saudara dalam tasyakuran sederhana yang dilangsungkan di tempat Ibu bekerja dulu. Auditorium LPP. Seperti yang diimpikan Kakakku. Sungguh terharu aku melihat teman-temanku serta teman-teman suamiku bisa turut hadir. Ternyata kehadiran mereka begitu besar artinya di hati kami. Semoga Allah melimpahkan kebaikan kepada seluruh pihak yang turut memeriahkan suasana.
Melepas penat sejenak dengan berlibur ke Dieng Wonosobo berdua, terasa menyenangkan. Tempat yang jauh dari keramaian dan hingar bingar hedonisme menghanyutkan kami berdua dalam syukur yang begitu dalam. Dan Alhamdulillah acara ngunduh mantu di Magelang juga berjalan lancar.

November 2018
Disibukkan dengan aktivitas kantor yang menggila. Budgeting, stock taking. Untuk pertama kalinya sedih karena pulang sampai larut, dan Pak Danung menungguku sampai dia mengantuk. Hampir setiap minggu kerjaanku packing. Ke Tangerang, ke Cikarang, ke Surabaya, ke Bandung. Tapi yang menyenangkan adalah ketika Allah memberi kejutan bahwa pesawat Pak Danung transit di Surabaya dulu selepas dari Sorong menuju Bali. Begitulah kesempurnaan rencana Allah. Karena masih bertugas di Surabaya, kami pun sempat short trip di Surabaya. Unexpected holiday.

Desember 2018
Liburan yang ditunggu-tunggu pun tiba! Thailand bersama teman-teman perempuan!
Sudah sejak bulan Maret 2018 kami membeli tiket dan mempersiapkan segala perlengkapan lenongnya. Menjadi liburan penutup akhir tahun yang manis dan betul-betul harus disyukuri Allah memberi kelancaran. Sudah sejak di bangku kuliah aku bermimpi bisa jalan-jalan ke sana. Dan kesempatan itu tiba. Meskipun belum maksimal, tetapi tak apa, aku yakin jika berusaha, maka suatu hari bisa ke tempat itu lagi.

Dan pada kesimpulannya adalah; Allah adalah sebaik-baik perancang. Boleh saja kita bercita-cita apapun, namun mengembalikan semuanya lagi kepada Yang Maha Agung adalah sebuah keseimbangan yang harus dilakukan. 
Pada setiap kejadian yang kita rasa begitu memberatkan, maka carilah kebaikan atau hikmah apa yang Allah ingin sampaikan pada kita. Tidak apa, semua memiliki garis masanya masing-masing. 
Semoga kita menjadi pribadi yang jauh lebih baik lagi.

Maafkan apa yang pernah dirasa pernah torehkan kecewa.
Dan semoga kita pun dimaafkan atas apa menurut yang lain kurang pas di hatinya.


Bergembiralah, karena semua yang terjadi pada kita apabila atas izin Allah adalah baik.



Jakarta, 1 Januari 2019.
Blogger Babes are Sophisticated Bloggers Seeking Simple Solutions and Support indonesian hijabblogger