Monday 24 June 2019

Persiapan Lamaran (1) of 2





Tujuan dari menuangkan cerita ini ke dalam tulisan hanyalah sebagai pengingat pribadi saja. Jika ada teman-teman, siapapun  yang kebetulan membaca, ambil baiknya (kalau ada) dan buang buruknya ya. Hehe.

Menentukan Waktu dan Anggota Keluarga
Bermula dari hubunganku dengan teman dekatku saat itu sudah cukup dikenal orangtua, kami mulai berpikir mau dibawa kemana arah dan tujuannya. Karena toh memang kami tidak ada pacaran dan tembak-tembakan, tidak ada romansa sebelum jalinan yang resmi. Tahu tahu setelah pertemuan keluarga di 13 Juni 2018, diputuskan untuk diadakan lamaran di tanggal 23 Juni 2018. Ya sudah, anggap saja jadiannya di tanggal lamaran itu saja. Jadian di depan umum. Hahahaha.

Kebetulan lebaran jatuh pada tanggal 15 Juni 2018, sehingga saudara yang datang dari jauh sedang sama-sama mudik dan berkumpul di rumah Mbah Putri dan Mbah Kakung di Magelang. Biar ramai sekalian, pikirnya. Dan sekali lagi, mumpung tanggal 23 Juni tersebut juga bertepatan dengan ulangtahunku, hehe. Itulah yang dinamakan kebetulan yang diusahakan.

Sisanya, aku hanya mengundang teman dekat saja. Benar-benar teman dekat di SMA dan kuliah. Itu pun sebisa mereka saja, toh awalnya aku mengabari mereka hanya bertujuan untuk memohon doa dari teman-teman. Kalau bisa hadir, tentu aku sangat senang. Dan sungguh sejujurnya momen lamaran adalah momen tersyahdu yang dihadiahkan Ibu di hari ulang tahunku. Teman teman dekatku, keluargaku, keluarga besarku, calonku, calon keluarga besarku, semua bisa berkumpul menjadi satu di acara itu. I’m so blessed!

Menentukan Tempat dan Konsep Acara
Saat itu betul-betul blank, karena Kakak laki-lakiku saja belum pernah lamaran. Dan lamaran teman-temanku sudah terjadi beberapa tahun yang lalu. Haha. Pun konsep mereka berbeda-beda. Ada yang lamaran resminya digelar malam sebelum akad nikah, ada juga yang hanya orangtua calon putri bertemu dengan orangtua calon putra.

Karena melihat jumlah sanak saudara yang sepertinya bisa hadir cukup banyak, sepertinya acara harus agak serius. Dan karena acara diadakan di rumah, maka Ibuku mengundang Bapak-Bapak tetangga kanan kiri untuk ikut menghadiri acara. Supaya apa? Supaya orang-orang kampung tahu bahwa kami resmi jadian dan kalau pergi berdua tidak terlalu diomongin orang! Hahaha. Gak ding. Ya sudah seyogianya seperti itu.

Tugas sebagai pembawa acara (MC) akan dibawakan oleh Bapak Kepala Desa yang kebetulan cukup dekat dengan keluargaku. Selain itu, beliau adalah orang yang sudah sangat berpengalaman bertutur kata dengan bahasa Jawa Kromo. Jadi ya no worries. Untuk pembacaan Al-Quran juga nanti dibawakan oleh Ibu hafizah yang rumahnya berseberangan dengan rumahku. Pak RW dan Pak RT kita persilakan untuk memberikan kata sambutan. Dan Omku, adik dari Ibuku didaulat untuk memperkenalkan silsilah keluarga nantinya.

Dari pihak putra, calon suamiku juga membawa seorang wakil keluarga yang akan memberikan speech mengenai maksud dan tujuan dari keluarga besar calon suamiku berbondong-bondong datang ke rumahku. Juga ada seseorang dari keluarga yang akan memperkenalkan silsilah keluarga calon suamiku.

Dapat disimpulkan bahwa acara lamaran berlangsung formal seperti acara upacara tujuhbelasan. Hehe. Oiya, dalam sesi lamaran, aku dan calon suami sepakat untuk tidak perlu ada speech dari kita berdua. Ala ala romansa itu loh. Tidak ada! Karena memang menjadi tokoh utama saat acara lamaran seperti ini saja sudah lumayan malu. Hahaha.


Menentukan Vendor

Kostum
Berkaitan dengan penghematan budget, maka tidak ada seragam untuk keluarga. Semua pakai bebas rapi saja, hahahaha. Aku sendiri sudah membeli kebaya langsung jadi di Thamrin City, lupa harganya berapa, tapi kalau tidak salah Rp 200,000 atau Rp 150,000 saja. Entah mengapa kebaya yang harganya lebih mahal kebetulan tidak cocok di badanku saat itu. Beneran loh. Haha. Untuk bawahannya aku beli kain, senada untuk dipakai Si Mas. Belinya di Pasar Tanah Abang, Rp 50,000 an per meter. Sungguh sebuah penghematan.

Ibuku dan Ibu besan kompak pakai kebaya warna senada, kuning hijau. Bapak mertua dan Kakakku juga kompak pakai batik dan peci. Untuk teman-teman dekatku yang perempuan aku ajak berbaju cantik warna pastel saja. Hihi. Saudara-saudara lain bebas rapi. Entah gamis entah batik. Toh mereka akan menyesuaikan.

Dekorasi
Untuk backdrop, karena memang acara kecil-kecilan saja (dan tentunya demi mensiasati biaya), maka rajin browsing vendor adalah koentji. Apalagi acara akan diadakan masih dalam suasana lebaran, jadi beberapa vendor dengan harga yang cocok masih libur. Huhuhu. Tak putus asa, hilir mudik di instagram, tanya sana sini untuk pricelist nya, dan dengan penuh keteguhan hati akhirnya kami putuskan untuk menggunakan jasa dekorasi dari seorang Mbak Mbak mahasiswa yang masih merintis usahanya. Sebetulnya dia sudah lama berkecimpung di dunia paper flower, tapi masih baru di dunia dekorasi.

Pada saat hari H, aku sendiri ikut menemani Mbak nya saat menyusun dekorasi. Jadi semua cukup sesuai dengan konsep di kepalaku. Tidak terlalu ramai dan yang simpel simpel saja. Intinya, tidak harus semua properti yang ditawarkan harus kamu ikutkan apabila memang tidak cocok dengan konsepmu. Bahkan karena saking bawelnya diriku, aku sendirilah yang menulis di papan-papan chalk board. Mbaknya pun mempersilakan tanpa merasa tersinggung. So everything is under control.

Make Up
Awalnya Ibu memaksaku untuk berdandan di salon. Katanya: ya masak kamu ga dandan! Aku bilang “Aduh, sudah mepet waktunya. Kemarin juga ga kepikiran pakai MUA”. Iya, aku lupa, antara tidak terpikirkan atau memang tidak ada di budget, aku benar-benar tidak mencari jasa MUA. Jadi aku berdandan sendiri. Alat make up juga sangat seadanya. Ibuku juga kudandani sendiri. Pikirku, toh cuma acara di rumah.. Tapi jujur saat mulai dandan sendiri, aku nervous juga. Layak kah hasil dandananku sendiri ini? Hahaha.

Sayang sekali mataku yang minus 3.5 ini lupa kubelikan soft lense. Jadi ya aku mengarungi acara lamaran itu tanpa kacamata! Hahahahahaha parah bangetttt. Sedih sih, jadi tidak terlalu jelas saat melihat keadaan di sekitarku.

Cincin
Cincin juga dibeli secara amat sangat mendadak. Toh memang tidak ada keinginan yang ribet soal cincin ini. Dan cincin lamaran ini sama dengan cincin pernikahan nanti.  Bedanya hanya saat lamaran disematkan di tangan kiri oleh Ibu mertua, sedangkan saat selesai akad nikah nanti cincin disematkan di tangan kanan oleh pasangan! Hehe.

Sesuai keinginan, cincinku ya biasa saja, cincin emas putih dengan aksen berlian kecil. Yang penting masih cocok dipakai sehari-sehari. Cincinku didapat di Toko Mas Bagong yang lokasinya di Hartono Mall. Enaknya beli emas di mall ya bisa ngadem. Ga pusing-pusing amat meskipun antre juga. Hahahah.

Sedangkan karena untuk pria muslim tidak boleh pakai emas, si Mas membeli cincin dengan material paladium. Untuk paladium konsekuensinya yaitu tidak bisa dijual kembali ya dan barang harus inden sekitar 1-2 bulan. Cincin ini didapat di Toko Mas Semar di Hartono Mall juga. Jadi untuk acara lamaran itu si Mas beli cincin perak di Kotagede yang modelnya nyerempet-nyerempet sama cincin akadnya. Hahaha.

Oiya untuk harga cincin ini sangat-sangat variatif sekali ya. Tergantung besar kecilnya cincin, pasti akan berpengaruh pada harganya.  Tapi tenang saja, untuk cincin bisa didapat dengan harga mulai 4jutaan sepasang sampai tak terhingga. Mau beli yang sepasang seharga 80juta juga bisa. Hehe. It’s all up to you bebi!



No comments:

Post a Comment

Blogger Babes are Sophisticated Bloggers Seeking Simple Solutions and Support indonesian hijabblogger