http://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://izquotes.com
Jujur
dan marah adalah dua emosi yang awalnya saya pikir tidak saling terikat, atau
malah berbanding terbalik. Sejak kecil, para siswa di sekolah diajarkan untuk
menjunjung tinggi kejujuran dan mengendalikan rasa marah. Bahkan kalau bisa,
jangan marah. Tapi pun, pada akhirnya dua hal itu diinterpretasikan secara
berbeda oleh masing-masing individu. Bebas. Tidak ada batasan. Selama kejujuran
itu berangkat dari niat baik, rasanya sah-sah saja diungkapkan. Sampai
terbitlah kalimat populer “terimalah
kejujuran meskipun itu pahit”.
Hingga
pada suatu hari saya menyadari sesuatu yang mungkin memang sudah banyak orang
sadari. Orang marah itu kemudian sering
berkata lebih jujur.
Banyak
kejujuran-kejujuran yang tak terungkap, disembunyikan rapat-rapat oleh mereka
yang merasa masih ingin menjaga perasaan orang lain. Tapi pun, banyak pula
terungkapnya kejujuran justru dari
meluapnya rasa marah seseorang. Entah mana cara yang lebih manis.
Ada
seseorang berkata pada saya : “jangan
dengerin omongan dia, namanya juga orang lagi marah”.
Tapi
benarkah?
Benarkah
bahwa memang kita tidak boleh mendengarkan kata-kata orang yang marah?
Sepanjang
perjalanan hidup, berkali-kali saya menghadapi orang marah dengan caranya
masing-masing. Dengan segala kalimat yang terucapkan, (meskipun kadang di luar
batas bayangan untuk bisa didengarkan), dalam setiap kemarahan ada kejujuran.
Kejujuran yang terus tersimpan rapi, dan pada akhirnya harus dikeluarkan karena
berbagai hal. Bisa jadi memang kotak kejujuran dalam hati orang tersebut sudah
terlalu penuh, jadi harus dibagi saat itu juga. Atau bisa jadi, kemarahan itu
sudah melebihi rasa ‘keinginan menjaga perasaan’ orang lain. Pada akhirnya,
semua sama. Pada setiap kemarahan ada kejujuran.
Meskipun
memang benar, kejujuran yang diungkapkan secara baik-baik lebih mudah diterima
orang lain daripada kejujuran yang diungkapkan ketika dia diliputi rasa marah.
Tidak
semua kejujuran itu harus diungkapkan. Tidak semua yang kita rasakan harus
diucapkan.
Sebagai
manusia normal yang beberapa kali menerima luapan rasa marah orang lain, kadang
mata hati saya buta. Bahwa ada kejujuran di balik kemarahan orang tersebut. Ada
alasan di balik kalimat-kalimat yang tajam. Ada maksud di balik ucapan-ucapan.
Tapi
memang butuh kesabaran yang luar biasa untuk mampu memilah kejujuran di balik
rasa marah seseorang. Butuh rasa memaafkan yang begitu besar untuk menyisihkan
kemarahan dan mempercayai kejujuran.
Maka
dari itu, benar kata nenek moyang bahwa buatlah perhitungan ketika sedang
marah. Marahlah jika memang harus marah, tapi hati-hati dengan semua kalimat
yang terucap meskipun itu ada kejujuran.
Saya
teringat pesan dari Almarhum Bapak saya :
“Meskipun sedang marah, kita tidak boleh
sampai mengucapkan sesuatu yang mendahului takdir.”
Yang
dimaksud dengan sesuatu yang mendahului takdir adalah sesuatu yang tidak bisa
kita kendalikan, tapi kita sudah menyatakan. Contoh simpelnya adalah ucapan “aku nggak mau ngomong lagi sama kamu”.
Meskipun
itu ‘hanya’ dianggap kemarahan sesaat, ternyata hal itu jauh lebih baik tidak
diucapkan. Alasan logisnya adalah: kita tidak pernah tahu, apakah kita bisa
untuk selamanya memang tidak berbicara dengan orang tersebut? Bagaimana jika
suatu hari kita butuh bantuan dari orang itu? Apakah kita bisa untuk selamanya
memang mau untuk tidak berbicara dengan orang tersebut? Apakah kita benar-benar
senang ketika ucapan itu benar-benar terjadi selamanya?
Selamat
mengungkapkan kejujuran. Selamat menjaga kemarahan.
Selamat
belajar menerima kemarahan. Selamat mencari kejujuran.
Jakarta,
10 November 2015
Gan blh curhat sebentar, ane kan nganggur dan emang udh lama nganggur hampir 2 tahun dan ane disokong bulanan sama ade ane yg emang dia punya karir bagus lah tp ane gak pernah minta yah tiba2 aja tiap bulan ditransfer. Nah tadi sore ane ribut sama nyokap ane yg selalu ngebandingin ane sama ade ane, sampe nyokap ane bilang sambil teriak gini ke ane "udah miskin susah belagu lu, masih numpang aja belagu pantes gak diterima kerja" jujur gan diaitu hati ane langsung sakit, sampe akhirnya ane langsung bilang ke nyokap, klo nyokap gw sayang sama ade gw karna ade gw seperti mesin atm dan jawaban nyokap gw "iya, emang kenapa dia ngasih ibu duit sedangkan lu enggak". Nah itu bagaimana gan??. Apa cuma sebatas keceplosan atau itu jujur
ReplyDelete