Dan
kemudian kita menjadi tahu bahwa sikap yang melampaui batas atau ‘tidak pada
ranahnya’ dapat memicu dampak yang hebat, entah menjadi lebih menyenangkan atau
menegangkan. Menginjak lantai rumah orang lain dengan sepatu kotor tanpa
permisi pasti akan mendatangkan konsekuensi, entah hanya ditegur atau sampai
dimarahi.
Yang
harus disadari adalah setiap substansi memiliki batasannya layaknya jalan raya
yang memiliki marka. Sudah berapa kali saya didenda Pak Polisi atas alasan ‘Anda
telah melanggar rambu atau marka jalan’. Tidak peduli alasan saya ‘Wah, tadi
maksud saya tidak begitu Pak’. Batasan tetaplah batasan. Pengguna lajur kiri
dilarang keras melewati garis batasnya dan mengambil jalan di lajur kanan (kecuali
dalam keadaan force majeur yang
sedang tidak saya bicarakan dalam konteks ini). Pada hakikatnya, batasan diciptakan
untuk menciptakan keteraturan dan kenyamanan bersama.
Maka
kembali menjadi perenungan bersama bahwa dalam berkehidupan sosial, apa yang terbersit
dalam hati dan pikiran tidak semuanya harus diungkapkan. Seseorang tidak kemudian
menjadi unik hanya karena mudah berkata sesuai keinginannya saja. Terkadang penting
bagi kita untuk berbagi opini dengan lingkungan yang satu circle lebih dulu sebelum melemparkannya ke luar lingkaran sosial
kita. Begitulah fungsi keluarga, rekan kerja, teman diskusi...
Seberapa
baik pun niat yang ada dalam hati, apa yang kita pikir baik untuk disampaikan
belum tentu menjadi benar untuk dilakukan. Bukan menjadi ranah saya ketika atasan
di kantor memilih untuk memakai baju warna hijau model jala-jala dipadukan
dengan sepatu merah, lalu saya pingin protes
dan mengomentarinya di depan umum. Bukan menjadi ranah saya berkomentar juga
ketika sepupu saya memilih untuk bekerja di non
profit organization dibandingkan di perusahaan swasta. Bukan menjadi ranah
saya juga ketika seorang teman memutuskan untuk memilih peran menjadi ibu rumah
tangga dan meninggalkan prestasinya di dunia kerja. Dan tetap bukan menjadi
ranah saya juga ketika saudara saya lebih memilih untuk berwirausaha
dibandingkan kerja di perusahaan orang atau menjadi PNS.
Maka
untuk kita yang masih suka melewati marka subyek yang lain, maybe better to taste our words before spit
it out (and before we regret). Penting untuk menyadari di mana posisi saat
ini kita berdiri dan memahami garis batas antar satu dan lain hal. Kita tak
pernah tau apa yang telah dialami orang lain dan apa yang menjadi keyakinan
orang lain. Kata Pak Polisi, marka jalan diciptakan supaya pengendara saling
melewati jalan yang menjadi haknya. Yang bukan haknya, jangan dilewati, guna
menghindari kericuhan yang tidak diinginkan.
Untuk orang-orang yang pernah
saya lewati markanya, mohon maaf lahir batin, saya menyesal pernah membuat
perasaannya jadi tidak enak. Semoga dimaafkan.
Untuk orang-orang yang pernah
melewati marka saya, ya sudah gak papa, gak gimana gimana. Yang sudah ya sudah.
Jakarta, 9 November 2016.
No comments:
Post a Comment