Demi menjaga keseimbangan yin dan yang, akhirnya
kutengok kembali blog yang sudah mulai lapuk dan berdebu ini. Bangkit dari
tidur panjang, kuingat-ingat dulu untuk apa susah payah aku mentrasfer memori
hidupku menjadi kata. Oh, ternyata supaya di beberapa tahun ke depan aku bisa berkaca kembali seperti apa hidupku yang lalu lalu. Hampir setengah waras aku
menjalani segenap tahun 2018-ku yang sangat menakjubkan. Tak terduga, so much surprises.
Januari
2018
Seperti orang kebanyakan, di awal tahun aku merajut
mimpi-mimpi manisku. Tak patah arang aku rangkai kembali cita-cita apa yang
sudah terserak di tahun 2016 yang carut marut itu. Tetap optimis meskipun
hidupku pun waktu itu sebenarnya tak terlalu manis. Keinginan untuk resign yang meluap, lelah lahir dan
batin, bingung, kacau, bimbang… literally
quarter life crisis. Sampai di penghujung Januari muncul sebuah pesan
singkat biasa dari teman lama. Biasa saja, toh semua dari kita juga saling
menyapa meskipun tak ada sesuatu yang terencana.
Februari
2018
Got
promotion in office for the first time! I should be thankful but turns out I wasn’t
really. I really tired for the same thing after 2 years in the same field.
Tetapi apapun itu harus tetap dijalani. Hingga akhirnya kembali impulsif untuk ikut Mamak dan Kakak trip ke Kuala Lumpur. Sayangnya kondisi stamina yang kurang fit dan ada kejadian tidak senonoh sebelum keberangkatan membuatku kesal pada diriku sendiri.
Tetapi apapun itu harus tetap dijalani. Hingga akhirnya kembali impulsif untuk ikut Mamak dan Kakak trip ke Kuala Lumpur. Sayangnya kondisi stamina yang kurang fit dan ada kejadian tidak senonoh sebelum keberangkatan membuatku kesal pada diriku sendiri.
Awalnya aku senang bukan kepalang karena mendapat
tiket promo seharga tidak lebih dari Rp 800,000 pulang-pergi CGK-KUL-CGK. Namun
karena mepetnya deadline kerjaan
kantor yang membuatku harus terjaga hingga dini hari selama berlarut-larut dan meeting serta presentasi bertubi, aku baru
mulai packing pukul 01.00 pagi,
penerbangan nanti pukul 06.00! Sampai kemudian aku sadari pasporku tidak ada di
tempat biasa aku menyimpannya.
Dan singkat cerita, setelah kubongkar semua sudut
kamar dan di kantor, aku tak menemukan dimana pasporku berada. Aku hampir gila.
Bukan apa-apa, tapi kalau sampai Mamak dan Kakakku tau aku tidak jadi ikut
hanya karena pasporku tidak ada, aku khawatir kalau mereka kemudian sedih dan
mengkhawatirkanku. Kalau soal dimarahi sih
masih tidak apa-apa.
Dan waktu sudah menunjukkan pukul 08.30 pagi. Setelah lelah
menangis, aku pun pasrah dan berserah. Hingga Allah mengetuk hatiku untuk
menengok sudut kardus yang sangat berdebu dan lapuk itu. 100% aku yakin
pasporku tidak akan ada di sana. Karena pun isinya hanya pecah belah yang tidak
pernah kupakai. Tapi Qadarullah… PASPORKU ADA DI SANA!
Astagana, lemas aku melihat kelakuanku sendiri. Dengan
pontang-panting aku cek tiket pesawat ke KL untuk hari itu juga. Ada! Pukul 13.30,
lumayan lah dapat harga Rp 800,000-an juga sekali jalan. Jadi ya tidak jadi
berhemat. Hahaha. Tapi tak apalah, sebuah pengalaman baru yang menamparku untuk
menjadi pribadi yang lebih baik dan berhati-hati.
Maret
2018
Setelah pertarungan batin yang begitu panjang, aku
memutuskan untuk menemui kembali teman lamaku yang kemarin sempat bertemu di
bulan Februari lepas undangan pernikahan sahabatku Provita. Tidak besar
ekspektasiku terhadap pertemuan itu. Sekedar bertemu kawan lama. Masih lekat
dalam ingatan, pertemuan kami jauh dari istilah romantis. Betapa tidak, karena
pertemuan itu di akhir bulan, aku harus sambil mengerjakan tugas kantor. Lucunya
dia tidak bosan atau cemberut melihatku setelah makan malam hanya bergelut
dengan laptop. Yang kuingat adalah sebelum kita berpisah, dia hanya bilang “Secepatnya
ya”. Dan aku hanya bisa diam. Apanya yang secepatnya? Bertemu laginya? Atau apa?
Ah sudahlah……
April
2018
Sebenarnya kepulanganku saat itu harus kutukar dengan
pengalaman yang sudah sangat kunantikan. Teman-teman kantorku mendaki gunung
Merbabu. Gunung yang sudah lama sekali ingin kukunjungi. Tetapi waktu seperti
tidak memungkinkan. Ada yang harus kupastikan dengan serius menyangkut masa
depanku.
Seperti agak hilang ingatan, tanpa sadar dia sudah ada
di rumahku bertemu Ibuku dan Kakakku. Dan tak seperti biasa, untuk kali ini
kakakku yang biasanya acuh tak acuh dengan takzim menemani tamuku mengobrol
saat aku masih di dalam untuk siap-siap. Seperti ada yang tak biasa, padahal baru
sekali mereka bertemu.
Dan untuk pertama kali itu pula aku bertemu dengan
orangtuanya. Sungguh tak ada yang aku kurang-kurangi dari pernyataanku ini; jantungku
seperti sedang naik jet coaster. Naik
turun tidak pada tempatnya. Dia yang dulu pernah menjadi teman sebangku itu,
sekarang menjadi aneh saat kami duduk hening bersebelahan di kotak kaleng
berjalan itu. Lagu yang terdengar sayup-sayup di mobil benar-benar menolong
kami, laksana debur ombak yang meramaikan keheningan laut.
Di bulan April jugalah untuk pertama kalinya aku dan
sahabatku Fitri Wulandari diberi quality
time yang begitu indah. Sudah lama kami ingin pergi berdua ke pantai tapi
tak kunjung terlaksana. Dan akhirnya kami ke pantai pasir putih di daerah
Gunung Kidul berdua. Iya, berdua. Meskipun menyetir semata wayang, tapi apa
yang ada di dalam hati ini begitu gembira. Sampai kemudian dia bertanya; “Kamu
sudah sebentar lagi ya Dek?”.
Mei
2018
Bulan puasa yang tidak terlalu berbeda dari biasa. Hanya
lebih sibuk saja. Setiap ada akhir pekan yang senggang maka kudatangi mall, Pasar Tanabang, atau Thamrin City.
Sekedar persiapan lebaran atau semata mencari materi untuk acara lamaran nanti
entah kapan.
Juni
2018
Ponselku berkedip saat aku masih di perjalanan menuju
Kota Kasablanka, menemui Charina untuk buka puasa bersama. Kabar itu sepertinya sudah tiba. Kuangkat telepon itu dengan
degup jantung yang memburu.
“Ya, halo”
“Halo, sudah selesai Dik ngomongnya”
“Hah, gimana??? Ceritain, ceritain”
“Ya gitu, tadi aku minta izin untuk serius sama kamu
dan keluargaku mau main ke rumah untuk ketemu. Sebelum lebaran itu ya”
“Terus respon Mamak sama Kakak gimana?”
“Hahahaha iya tadi serius banget. Ya dibolehin asal
visi misi kita sama”.
---------------------
Lebaran tahun ini ternyata begitu berbeda dari tahun
sebelumnya. Tepat pada hari ulang tahunku, di depan keluarga besar kami
masing-masing, kami resmi jadian. Alamak.
Ditemani sahabat-sahabat dan saudara-saudaraku, semua terasa begitu teduh. Sejak
hari itu pun mamakku selalu mengultimatum;
“ Mulai sekarang jangan main main lho ya, udah
disaksiin banyak orang lho”.
---------------------
Pun sebenarnya kami belum ada omongan mau meresmikan
hubungan ini kapan. Rencananya di akhir tahun saja, mungkin November atau
Desember 2018. Menunggu Kakakku acara duluan.
Juli
2018
Sebetulnya Mamak sibuk mencarikan gedung untuk
Kakakku, supaya setelah Kakakku settle mau
tanggal berapa, baru aku dicarikan tanggalnya kemudian. Apalagi banyak masukan
dari saudara perkara Kakak Adik tidak boleh menikah di tahun yang sama. Meskipun
kami sekeluarga sebenarnya baik-baik saja jika ada pernikahan di tahun yang
sama, tapi demi menjaga silaturahim dan ketentraman bersama, kami mengadopsi
masukan tersebut. Dan keputusan keluarga adalah Kakakku menikah belakangan
saja.
Agustus
2018
Mempersiapkan pernikahan dalam waktu kurang dari
3bulan, ditambah dengan kepindahan ke departemen baru yang notabene lingkup
kerja lebih kompleks, adalah perpaduan yang kusarankan untuk dihindari saja. Sungguh
menguras tenaga, waktu, pikiran, dan…. dana. Karena percayalah, saat kita
membutuhkan segala sesuatu secara mendadak dan waktu riset tidak banyak, maka
opsi yang tersisa datang bersama konsekuensinya; seadanya atau tinggi
harganya.
Tapi apapun itu, aku sangat bersyukur ada kesempatan
untuk menimba ilmu di departemen lain di saat aku benar-benar sudah ingin melenggang
kangkung dari tempatku bekerja ke perusahaan yang sudah aku datangi sesi
wawancaranya dan tinggal medical check up
saja.
September
2018
Officially
I became Mrs. Handoko!
Sungguh setelah beribu hari aku bersemedi mencari tahu
siapakah partner hidupku kelak, maka
pada akhirnya hari itu tiba. Kalau kata Kunto Aji dalam lirik lagunya; Jangkar
sudah terjatuh dan aku benar-benar luluh. Seperti mimpi. Benar-benar aneh
rasanya. Begitu banyak tamu yang datang dan itu adalah acaraku. Oh, jadi
seperti ini toh rasanya menikah. Panas di kepala berminggu-minggu lamanya
menyiapkan hari ini seperti air yang diguyur ke dalam tumis. I am speechless.
Oktober
2018
Resepsi + Ngunduh mantu = Cuti panjang!
Saatnya untuk mensyukuri apa yang terjadi. Mengundang teman
dan saudara dalam tasyakuran sederhana yang dilangsungkan di tempat Ibu bekerja
dulu. Auditorium LPP. Seperti yang diimpikan Kakakku. Sungguh terharu aku
melihat teman-temanku serta teman-teman suamiku bisa turut hadir. Ternyata
kehadiran mereka begitu besar artinya di hati kami. Semoga Allah melimpahkan
kebaikan kepada seluruh pihak yang turut memeriahkan suasana.
Melepas penat sejenak dengan berlibur ke Dieng
Wonosobo berdua, terasa menyenangkan. Tempat yang jauh dari keramaian dan
hingar bingar hedonisme menghanyutkan kami berdua dalam syukur yang begitu
dalam. Dan Alhamdulillah acara ngunduh mantu di Magelang juga berjalan lancar.
November
2018
Disibukkan dengan aktivitas kantor yang menggila. Budgeting, stock taking. Untuk pertama
kalinya sedih karena pulang sampai larut, dan Pak Danung menungguku sampai dia
mengantuk. Hampir setiap minggu kerjaanku packing.
Ke Tangerang, ke Cikarang, ke Surabaya, ke Bandung. Tapi yang menyenangkan
adalah ketika Allah memberi kejutan bahwa pesawat Pak Danung transit di Surabaya
dulu selepas dari Sorong menuju Bali. Begitulah kesempurnaan rencana Allah. Karena
masih bertugas di Surabaya, kami pun sempat short
trip di Surabaya. Unexpected holiday.
Desember
2018
Liburan yang ditunggu-tunggu pun tiba! Thailand bersama
teman-teman perempuan!
Sudah sejak bulan Maret 2018 kami membeli tiket dan
mempersiapkan segala perlengkapan lenongnya. Menjadi liburan penutup akhir
tahun yang manis dan betul-betul harus disyukuri Allah memberi kelancaran. Sudah
sejak di bangku kuliah aku bermimpi bisa jalan-jalan ke sana. Dan kesempatan
itu tiba. Meskipun belum maksimal, tetapi tak apa, aku yakin jika berusaha,
maka suatu hari bisa ke tempat itu lagi.
Dan pada kesimpulannya adalah; Allah adalah
sebaik-baik perancang. Boleh saja kita bercita-cita apapun, namun mengembalikan
semuanya lagi kepada Yang Maha Agung adalah sebuah keseimbangan yang harus
dilakukan.
Pada setiap kejadian yang kita rasa begitu memberatkan, maka carilah kebaikan atau hikmah apa yang Allah ingin sampaikan pada kita. Tidak apa,
semua memiliki garis masanya masing-masing.
Semoga kita menjadi pribadi yang jauh lebih baik lagi.
Maafkan apa yang pernah dirasa pernah torehkan kecewa.
Dan semoga kita pun dimaafkan atas apa menurut yang lain kurang pas di hatinya.
Bergembiralah, karena semua yang terjadi pada kita apabila atas izin Allah adalah baik.
Jakarta, 1 Januari 2019.