Perjalanan mendadak ke
Papandayan telah menutup minggu terakhir di tahun 2016 dengan sempurna.
Bersyukur karena persiapan kurang dari satu minggu itu tidak menjadi penghambat
yang berarti. Isu dilempar ke publik hari Selasa, Jumat pagi konfirmasi siap berangkat,
dan hanya punya waktu 1 hari untuk benar-benar menyiapkan semua untuk
keberangkatan Sabtu malam.
Trip dadakan ini membuat
sedikit kewalahan karena kami yang bukan anak gunung kocar-kacir mencari pinjaman atribut. Hal-hal
penting seperti jaket tebal, sleeping
bag, tas ransel (iya, di
Jakarta saya tidak punya tas ransel yang bersahaja untuk naik gunung), bisa
saya pinjam dari teman yang doyan naik gunung. Tapi pernak pernik lain seperti
tenda, headlamp, kompor kecil, dan nesting, harus kita sewa. Lumayan murah kok
sewa peralatan seperti itu, thanks
to Maulana who sacrificed himself to be the person in charge of serba serbi!
Kami memutuskan untuk naik
bus saja supaya adil, tidak ada yang lebih capek di jalan karena harus
berkorban menyetir selama beberapa jam. Bus Prima Jasa pool Cililitan menjadi pilihan kami
karena terhitung paling dekat dengan kos kami semua.
Sabtu, 24 Desember 2016
Pukul 19.30 semua personil
berjumlah 8 orang sudah menampakkan batang hidungnya di terminal. Namun karena
menyadari bahwa sampai Garut nanti pasti sudah dini hari, maka yang merasa
sedikit lapar memutuskan untuk mengisi amunisi dulu entah dengan tumpeng atau
kambing guling (sumpah, teman-teman saya makannya lama banget!).
Pukul 20.30 bus yang mau
kita naiki sudah siap.
“Lan, kita kok nggak beli
tiket dulu? Bus nya udah siap tuh, nanti kalau kehabisan gimana?”
“Mana ada beli tiket, naik
bus mah yang penting kita masuk, terus duduk, terus bayar di dalem!”
Oh, iya ya. Sudah lama
sekali saya tidak naik bus antar kota antar propinsi. Saya lupa kalau naik bus
ini tidak perlu membeli tiket seperti kalau kita mau naik kereta. Hehehe.
Bus yang kita naiki cukup
nyaman. Bersih dan ber-AC, AC dingin malah! Jadi bagi orang yang kurang tahan
dingin seperti saya ini harus bersiap jaket tebal atau pashmina atau kalau
perlu bangun tenda supaya bisa tetap tidur dengan damai. Bus akan berhenti di
beberapa titik penjemputan, tapi tidak apa-apa karena di setiap perhentian
itulah kita bisa jajan-jajan entah tahu goreng atau kopi panas. Mana yang kamu
inginkan saja.
Waktu tempuh terminal
Cililitan – Terminal Gantur: kurang lebih 4 jam.
Biaya : Rp 52.000 per
orang.
Minggu, 25 Desember 2016
Sekitar pukul 02.00 kita
sampai di Terminal Guntur. Suasana khas terminal dengan bau bensin dan hiruk
pikuk yang didominasi Mas-Mas dan Bapak-Bapak menyambut kami. Untuk menuju
Papandayan ternyata harus dua kali naik angkot lagi. Nah, keuntungan dari naik
gunung berombongan adalah biaya transportasi bisa dibagi lebih banyak orang.
Angkot ini sistemnya borongan, waktu itu sekali jalan dipatok Rp 200.000. Kalau
anggota kalian lebih banyak namun masih bisa ditampung dalam 1 angkot, tentu
biaya akan menjadi lebih terjangkau.
Waktu tempuh dari Terminal
Guntur-pemberhentian selanjutnya : kurang lebih 30-45 menit.
Biaya : Rp 25.000 per
orang.
Pukul 02.30 an kita sampai persimpangan Cisurupan.
Yang jelas di sana memang
sudah ada pembagiannya, bahwa angkutan umum hanya boleh mengangkut penumpang
dari titik terminal ke titik pertigaan ini, tidak boleh langsung ke Basecamp David,
perhentian terakhir kendaraan. Jika anggota lebih dari 8 orang, maka akan
diangkut dengan mobil pick-up, tapi karena kemarin kami hanya 8 orang, entah
bagaimana ceritanya akhirnya kami diangkut dengan mobil Avanza. Oiya, di situ
Indomaret tidak buka 24 jam, yang masih tersedia hanya tukang nasi goreng dan
ATM BNI. Silakan mempersiapkan perbekalan sejak di bawah tadi ya.
Waktu tempuh persimpangan Cisurupan-Basecamp David : kurang lebih 30-45 menit.
Biaya : Rp 25.000 per
orang.
Di tengah perjalanan
menuju Basecamp David, akan ada pos pemberhentian. Salah satu anggota harus turun
dan melapor di pos mengenai nama dan nomor telepon anggota yang memasuki area
Papandayan. Juga akan didata siapa saja yang akan menginap di sana dan siapa
saja yang tik-tok, atau langsung turun dan tidak
menginap. Hmmm ternyata biaya naik gunung tidak seekonomis yang kami bayangkan
ya.
Biaya menginap : Rp 65.000
per orang.
Biaya tik-tok : Rp 35.000 orang.
Pukul 03.30 sudah tiba di Basecamp David.
Tempat ini adalah lokasi
perhentian terakhir kendaraan menuju Papandayan. Yang membawa mobil sendiri
bisa diparkir di sini, dan tenang saja tempat parkirnya luas kok. Sambil
menunggu subuh, sudah ada beberapa warung yang buka. Mau makan di situ atau
dibungkus dan dimakan di atas gunung, terserah aja. Saya sih di situ hanya
makan teh manis hangat dan gorengan. Nasi gorengnya bungkus saja dan dimakan di
atas nanti mana tau lapar di jalan. Harga nasi goreng plus telur dadar berkisar
15-20ribuan kalau tidak salah.
04.30
Selepas menunaikan shalat
subuh, kami berdoa sebelum mengawali perjalanan. Baru beberapa ratus meter
melangkah dan merasakan tanjakan naik, saya yang tidak pernah olahraga ini
langsung miskin tenaga. Begitulah, meskipun pendakian ke Papandayan ini mungkin
dianggap tak seberapa oleh para pendaki cantik dan ganteng yang
telahmenaklukkan Mahameru, tapi bagi saya pribadi pendakian ini adalah
pencapaian. Tak terhitung berapa kali kami para wanita silih berganti minta
berhenti untuk beristirahat (dan saya gunakan kesempatan emas itu untuk
mengeluarkan kamera) dan foto-foto. Percayalah, foto yang indah adalah amunisi
terbaik di tengah perjalanan!
Dari Camp David, ternyata
antara pos satu dan pos lainnya tidak terlalu jauh. Tapi bagi pengunjung pemula
yang membawa tas berisi botol aqua 1.5 liter dan serba-serbi lainnya saja sudah
sempoyongan seperti saya, tetap saja jauh! Nyamannya Papandayan adalah di
setiap pos ada toilet umum dan gubuk-gubuk orang jualan. Waktu subuh itu sih
belum buka, tapi mungkin kalau siang sedikit sudah buka. Jadi tepiskan
jauh-jauh rasa khawatir akan rasa lapar haus dan kebelet hajat itu di sana.
Medan terpantau aman, Jenderal!
Oh iya, dari Camp David
menuju area perkemahan ini kurang lebih dua jam ditempuh dengan hitungan setiap
beberapa ratus meter berhenti sejenak. Hahaha. Maklum, dari 8 orang, 5 orang
anggotanya ladies. Perjalanan pun terbantu dengan
adanya tangga dan anak tangga. Sebelum mencapai Pondok Saladah Camp Area
tempat kami bernaung, ternyata ada satu area bernama Ghober Hut. Bisa juga
berkemah di situ, tapi sepertinya lebih sempit dan lebih jauh dari area hutan
mati.
07.00 hore!
Akhirnya sampai di Pondok
Saladah Camp Area. Sebelum mendirikan tenda ternyata kita harus melapor dulu
dan nanti akan diberi info area mana saja yang kosong atau sebentar lagi
kosong. Setelah memutuskan tempat mana yang akan kita dirikan tenda, nanti akan
diberi nomor tenda oleh si Bapak penjaga. Dan ulala. Saya merasa bukan sedang
ada di gunung seperti bayangan saya. Ini sih seperti sedang ada di Tangkuban
Perahu. Di situ banyak sekali lapak-lapak penjual indomie, cilok, minum, telur,
sandal jepit, sunlight,
shampoo, sabun, nasi
goreng... Mungkin beberapa tahun lagi di situ juga ada penjual nasi padang.
Hal menyenangkan yang bisa
dilakukan di gunung adalah mendirikan tenda dan memasak. Dan masakan yang
paling enak di atas gunung adalah mi instan! Hahahaha. Tak terhitung berapa
bungkus mi instan yang telah kami sikat hari itu. Alternatif lain adalah
makanan yang mudah diolah seperti telur, sarden, atau makanan cepat saji yang
dijual di supermarket-supermarket. Entah mengapa makanan yang kita nikmati di
gunung terasa lebih lezat.
Sekitar pukul 13.30 hujan
yang awalnya gerimis berubah menjadi lebat!
Astaga Omma. Rencana siang
ini mau ke hutan mati dan Tegal Alun pun buyar sudah. Berbekal mantel yang
sudah disiapkan dari Jakarta dan cangkul pinjaman dari Bapak warung, para
Mas-Mas pun seketika berperan menjadi pria macho yang rela menembus hujan untuk
mencangkul dan menciptakan parit-parit kecil di sekitar tenda. Di hati kecil
ini kami kasihan juga melihat mereka, tapi ya sudahlah. Namanya juga camping! Hahaha.
No comments:
Post a Comment