Tujuan dari menuangkan
cerita ini ke dalam tulisan hanyalah sebagai pengingat pribadi saja. Jika ada
teman-teman, siapapun yang kebetulan
membaca, ambil baiknya (kalau ada) dan buang buruknya ya. Hehe.
Menentukan
Waktu dan Anggota Keluarga
Bermula dari hubunganku
dengan teman dekatku saat itu sudah cukup dikenal orangtua, kami mulai berpikir
mau dibawa kemana arah dan tujuannya. Karena toh memang kami tidak ada pacaran
dan tembak-tembakan, tidak ada romansa sebelum jalinan yang resmi. Tahu tahu
setelah pertemuan keluarga di 13 Juni 2018, diputuskan untuk diadakan lamaran
di tanggal 23 Juni 2018. Ya sudah, anggap saja jadiannya di tanggal lamaran itu
saja. Jadian di depan umum. Hahahaha.
Kebetulan lebaran jatuh
pada tanggal 15 Juni 2018, sehingga saudara yang datang dari jauh sedang
sama-sama mudik dan berkumpul di rumah Mbah Putri dan Mbah Kakung di Magelang. Biar
ramai sekalian, pikirnya. Dan sekali lagi, mumpung tanggal 23 Juni tersebut
juga bertepatan dengan ulangtahunku, hehe. Itulah yang dinamakan kebetulan yang
diusahakan.
Sisanya, aku hanya
mengundang teman dekat saja. Benar-benar teman dekat di SMA dan kuliah. Itu pun
sebisa mereka saja, toh awalnya aku mengabari mereka hanya bertujuan untuk
memohon doa dari teman-teman. Kalau bisa hadir, tentu aku sangat senang. Dan sungguh
sejujurnya momen lamaran adalah momen tersyahdu yang dihadiahkan Ibu di hari
ulang tahunku. Teman teman dekatku, keluargaku, keluarga besarku, calonku,
calon keluarga besarku, semua bisa berkumpul menjadi satu di acara itu. I’m so
blessed!
Menentukan
Tempat dan Konsep Acara
Saat itu betul-betul
blank, karena Kakak laki-lakiku saja belum pernah lamaran. Dan lamaran
teman-temanku sudah terjadi beberapa tahun yang lalu. Haha. Pun konsep mereka
berbeda-beda. Ada yang lamaran resminya digelar malam sebelum akad nikah, ada
juga yang hanya orangtua calon putri bertemu dengan orangtua calon putra.
Karena melihat jumlah
sanak saudara yang sepertinya bisa hadir cukup banyak, sepertinya acara harus
agak serius. Dan karena acara diadakan di rumah, maka Ibuku mengundang
Bapak-Bapak tetangga kanan kiri untuk ikut menghadiri acara. Supaya apa? Supaya
orang-orang kampung tahu bahwa kami resmi jadian dan kalau pergi berdua tidak
terlalu diomongin orang! Hahaha. Gak ding. Ya sudah seyogianya seperti itu.
Tugas sebagai pembawa
acara (MC) akan dibawakan oleh Bapak Kepala Desa yang kebetulan cukup dekat
dengan keluargaku. Selain itu, beliau adalah orang yang sudah sangat
berpengalaman bertutur kata dengan bahasa Jawa Kromo. Jadi ya no worries. Untuk pembacaan Al-Quran
juga nanti dibawakan oleh Ibu hafizah yang rumahnya berseberangan dengan
rumahku. Pak RW dan Pak RT kita persilakan untuk memberikan kata sambutan. Dan Omku,
adik dari Ibuku didaulat untuk memperkenalkan silsilah keluarga nantinya.
Dari pihak putra, calon
suamiku juga membawa seorang wakil keluarga yang akan memberikan speech mengenai maksud dan tujuan dari
keluarga besar calon suamiku berbondong-bondong datang ke rumahku. Juga ada
seseorang dari keluarga yang akan memperkenalkan silsilah keluarga calon
suamiku.
Dapat disimpulkan bahwa
acara lamaran berlangsung formal seperti acara upacara tujuhbelasan. Hehe. Oiya,
dalam sesi lamaran, aku dan calon suami sepakat untuk tidak perlu ada speech dari kita berdua. Ala ala romansa
itu loh. Tidak ada! Karena memang menjadi tokoh utama saat acara lamaran seperti
ini saja sudah lumayan malu. Hahaha.
Menentukan
Vendor
Kostum
Berkaitan dengan
penghematan budget, maka tidak ada
seragam untuk keluarga. Semua pakai bebas rapi saja, hahahaha. Aku sendiri
sudah membeli kebaya langsung jadi di Thamrin City, lupa harganya berapa, tapi
kalau tidak salah Rp 200,000 atau Rp 150,000 saja. Entah mengapa kebaya yang
harganya lebih mahal kebetulan tidak cocok di badanku saat itu. Beneran loh.
Haha. Untuk bawahannya aku beli kain, senada untuk dipakai Si Mas. Belinya di
Pasar Tanah Abang, Rp 50,000 an per meter. Sungguh sebuah penghematan.
Ibuku dan Ibu besan
kompak pakai kebaya warna senada, kuning hijau. Bapak mertua dan Kakakku juga
kompak pakai batik dan peci. Untuk teman-teman dekatku yang perempuan aku ajak
berbaju cantik warna pastel saja. Hihi. Saudara-saudara lain bebas rapi. Entah gamis
entah batik. Toh mereka akan menyesuaikan.
Dekorasi
Untuk backdrop, karena
memang acara kecil-kecilan saja (dan tentunya demi mensiasati biaya), maka
rajin browsing vendor adalah koentji. Apalagi acara akan diadakan
masih dalam suasana lebaran, jadi beberapa vendor dengan harga yang cocok masih
libur. Huhuhu. Tak putus asa, hilir mudik di instagram, tanya sana sini untuk pricelist nya, dan dengan penuh
keteguhan hati akhirnya kami putuskan untuk menggunakan jasa dekorasi dari
seorang Mbak Mbak mahasiswa yang masih merintis usahanya. Sebetulnya dia sudah
lama berkecimpung di dunia paper flower, tapi
masih baru di dunia dekorasi.
Pada saat hari H, aku
sendiri ikut menemani Mbak nya saat menyusun dekorasi. Jadi semua cukup sesuai
dengan konsep di kepalaku. Tidak terlalu ramai dan yang simpel simpel saja. Intinya,
tidak harus semua properti yang ditawarkan harus kamu ikutkan apabila memang tidak
cocok dengan konsepmu. Bahkan karena saking bawelnya diriku, aku sendirilah
yang menulis di papan-papan chalk board. Mbaknya
pun mempersilakan tanpa merasa tersinggung. So
everything is under control.
Make Up
Awalnya Ibu memaksaku
untuk berdandan di salon. Katanya: ya masak kamu ga dandan! Aku bilang “Aduh,
sudah mepet waktunya. Kemarin juga ga kepikiran pakai MUA”. Iya, aku lupa,
antara tidak terpikirkan atau memang tidak ada di budget, aku benar-benar tidak mencari jasa MUA. Jadi aku berdandan
sendiri. Alat make up juga sangat
seadanya. Ibuku juga kudandani sendiri. Pikirku, toh cuma acara di rumah.. Tapi
jujur saat mulai dandan sendiri, aku nervous
juga. Layak kah hasil dandananku sendiri ini? Hahaha.
Sayang sekali mataku
yang minus 3.5 ini lupa kubelikan soft lense.
Jadi ya aku mengarungi acara lamaran itu tanpa kacamata! Hahahahahaha parah
bangetttt. Sedih sih, jadi tidak terlalu jelas saat melihat keadaan di
sekitarku.
Cincin
Cincin
juga dibeli secara amat sangat mendadak. Toh memang tidak ada keinginan yang
ribet soal cincin ini. Dan cincin lamaran ini sama dengan cincin pernikahan
nanti. Bedanya hanya saat lamaran
disematkan di tangan kiri oleh Ibu mertua, sedangkan saat selesai akad nikah
nanti cincin disematkan di tangan kanan oleh pasangan! Hehe.
Sesuai
keinginan, cincinku ya biasa saja, cincin emas putih dengan aksen berlian
kecil. Yang penting masih cocok dipakai sehari-sehari. Cincinku didapat di Toko
Mas Bagong yang lokasinya di Hartono Mall. Enaknya beli emas di mall ya bisa
ngadem. Ga pusing-pusing amat meskipun antre juga. Hahahah.
Sedangkan
karena untuk pria muslim tidak boleh pakai emas, si Mas membeli cincin dengan
material paladium. Untuk paladium konsekuensinya yaitu tidak bisa dijual
kembali ya dan barang harus inden sekitar 1-2 bulan. Cincin ini didapat di Toko
Mas Semar di Hartono Mall juga. Jadi untuk acara lamaran itu si Mas beli cincin
perak di Kotagede yang modelnya nyerempet-nyerempet sama cincin akadnya.
Hahaha.
Oiya untuk
harga cincin ini sangat-sangat variatif sekali ya. Tergantung besar kecilnya
cincin, pasti akan berpengaruh pada harganya. Tapi tenang saja, untuk cincin bisa didapat
dengan harga mulai 4jutaan sepasang sampai tak terhingga. Mau beli yang
sepasang seharga 80juta juga bisa. Hehe. It’s
all up to you bebi!